Jakarta (ANTARA) - Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Ekonomi dan Keuangan BRIN Joko Suryanto memandang perlunya kemauan politik atau political will untuk memaksimalkan potensi dana filantropi, khususnya filantropi Islam, sehingga terintegrasi dengan program-program pemerintah yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Ia mencontohkan, salah satu program yang ingin dicapai oleh pemerintahan baru yaitu swasembada pangan. Melalui lembaga filantropi yang dikelola dengan baik berbasiskan pada modal sosial, maka hal ini juga akan bisa didorong untuk menumbuhkan ketahanan pangan di level kelompok masyarakat.
“Misalkan, bagi masyarakat yang ada di wilayah pertanian seperti basis pertanian sawah, hal apa yang paling dibutuhkan untuk bisa mendapatkan manfaat? Misalkan terkait dengan harga di tingkat pengepul. Artinya, lembaga filantropi juga harus berupaya menggandeng atau mencari mitra untuk bisa menjaga harga di level pertanian,” kata Joko dalam webinar di Jakarta, Selasa.
Ia mengingatkan, dana-dana filantropi yang tersedia bisa mendukung program-program pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah pusat maupun daerah perlu memiliki kesadaran tinggi tentang adanya potensi tersebut sehingga tidak hanya mengandalkan anggaran pemerintah untuk menjalankan program.
Baca juga: Pengembangan instrumen filantropi keuangan syariah dan sukuk negara
Baca juga: UPZ Telkom apresiasi peran Baznas dalam tingkatkan optimalisasi ZIS
Joko menambahkan, filantropi pada dasarnya juga bukan sekadar tentang memberikan sumbangan keuangan kepada berbagai sektor pembangunan. Filantropi dapat menjadi modal sosial untuk mendukung pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian, dana filantropi secara tidak langsung dapat mengurangi kerentanan sosial dan kemiskinan di masyarakat.
Pemanfaatan zakat, misalnya, sebagai salah satu sumber dana filantropi Islam yang dapat dibedakan dengan maksud dan tujuan konsumtif berupa hibah untuk kebutuhan makanan serta produktif berupa modal usaha untuk meningkatkan pendapatan.
Berdasarkan penelitian, Joko menyebutkan bahwa zakat produktif dalam bentuk pinjaman dan kewajiban pengembalian zakat lebih tepat sasaran dan berdampak dibandingkan bentuk hibah. Hal ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan Sarif S. dan Norazzah Binti Kamri pada 2009.
Ia juga mengutip hasil penelitian dari Didin Hafidhuddin dan Irfan Syauqi Beik pada 2010 yang menunjukkan bahwa program zakat produktif oleh Badan Amil Zakat (BAZ) DKI Jakarta dapat mengurangi tingkat kemiskinan dengan rata-rata 16,97 persen.
Selain zakat, ada wakaf yang dapat dimanfaatkan untuk proyek-proyek yang bermanfaat bagi masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi.
Namun, Joko menilai, pengelolaan wakaf di Indonesia pada praktiknya masih cukup tertinggal meskipun memiliki potensi yang sangat besar untuk memberikan dampak yang signifikan terhadap pembangunan sosial ekonomi. Selain itu, belum banyak penelitian akademis yang mengukur dampak wakaf terhadap pembangunan sosial ekonomi.*
Baca juga: Baznas dorong peningkatan manfaat umat lewat Raker UPZ Nasional 2024
Baca juga: Kemenag paparkan upaya filantropi zakat dan wakaf Indonesia pada IF20
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024