Masjid Raya Pekanbaru memiliki nilai historis yang tinggi karena lekat dengan sejarah Kesultanan Siak Sri Indrapura. Masjid itu awalnya dirintis oleh pihak Sultan Siak ke IV, Abdul Jalil Alamudin Syah pada abad ke 18, saat pusat Kesultanan Siak sempat di pindahkan ke Bukit Senapelan, nama daerah sebelum akhirnya menjadi Kota Pekanbaru.
Di kompleks masjid ini terdapat tempat-tempat bersejarah lainnya seperti makam keluarga raja pendiri Kota Pekanbaru dan yang tak kalah menarik adalah sumur tua yang dipercawa warga memiliki mitos keajaiban.
Namun siang itu bertepatan dengan hari ketiga Ramadhan, masjid yang dibangun tahun 1963 dan telah difungsikan sejak tahun 1968 itu tampak cukup menyedihkan.
Belum sampai ke bangunan khas itu, pengunjung harus rela mengantri kendaraan mengingat lokasi jalan yang teramat sempit.
Lokasi parkir yang tidak tertata dan sempit membuat pengunjung mendapat kesan buruk selama perjalanan menuju bangunan tua itu. Bahkan menurut cerita warga, tak jarang ada kendaraan wisatawan lecet setelah saling bersinggungan.
Namun tetap saja, Masjid Raya Pekanbaru menjadi magnet yang mampu menyedot para wisatawan untuk berkunjung. Ketika itu saja, Kamis (3/7/2014), diperkirakan ada lebih 700 orang memadati bangunan yang masih dalam pengerjaan.
Dilihat dari luar, bangunan itu tidak lagi meninggalkan bekas sejarah karena tampak sama dengan masjid-masjid di zaman sekarang. Kubahnya yang berwarna kuning juga tampak mengkilat meski bukan seperti "emas" Taj Mahal di India.
Pada dinding-dinding tertentu juga tampak "dipoles" dengan ukiran-ukiran arab yang konon katanya memiliki makna sejarah tentang keindahan Islam.
Setibanya di dalam bangunan berlantai dua itu, terlihat penuh sesak pengunjung yang hendak melaksanakan Shalat Zuhur berjemaah. Tepat di depan teras utama, sejumlah orang mempersiapkan sembako untuk dibagikan ke fakir miskin.
Masjid Raya Pekanbaru, mulai direnovasi dari bangunan lama ke bangunan modern sejak empat tahun silam, ketika kursi kepemimpinan kota di duduki oleh Herman Abdullah. Saat ini, hingga Wali Kota Firdaus MT, kondisinya tidak jauh berbeda dan bahkan lebih "mengenaskan".
Anggaran yang dipergunakan untuk renovasi bangunan itu bersumber dari dana APBD Pekanbaru dan sebagian besar berada di APBD Provinsi Riau.
Namun pada tahun 2012, Pemerintah Provinsi Riau menghentikan "pasokan" anggaran untuk Masjid Raya Pekanbaru dengan berbagai alasan kepentingan sehingga proyek jadi terbengkalai.
Hal tersebut membuat kondisi Masjid Raya sangat memprihatinkan. Dindingnya masih belum sempurna dicat, sementara lantai luar belum diberi keramik secara keseluruhan sehingga terlihat berantakan.
Satu dari dua kubah juga masih tampak "belepotan" karena belum dihiasi pewarna layaknya kubah besar yang berada di sebelahnya. Kemudian sebagian dinding dalam juga masih dalam kondisi setengah jadi.
Kondisi yang paling memprihatinkan adalah di halaman utama masjid yang terlihat begitu berantakan. Anak tangga yang masih beralaskan tanah bercampur semen, ditambah lagi dengan kondisi yang gersang tanpa pepohonan.
"Kondisi ini sudah lumayan jika dibandingkan dengan tahun lalu dimana pengerjaan masih belum sampai separuhnya," kata Tonny (46), seorang pengurus masjid itu.
Pemprov Siap Bantu
Percepatan renovasi Masjid Raya Pekanbaru menjadi harapan bagi masyarakat Ibu Kota Provinsi Riau, Pekanbaru. Gubernur Riau Annas Maamun beberapa waktu lalu menyatakan siap untuk membantu penambahan anggaran pembangunan masjid peninggalan sejarah itu.
Namun, koordinasi dengan Pemerintah Kota Pekanbaru dinilai masih perlu dilakukan, karena masjid termasuk salah satu ikon Kota Pekanbaru yang sewajarnya ada rencana pematangan di atas kertas.
"Jangan sampai dianggar-anggarkan saja tanpa jelas kesepakatannya. Saya siap membantu asalkan ada koordinasi dengan pihak pemerintah kota karena bangunan itu sebenarnya tanggung jawab pemerintah kota," kata Annas.
Gubernur Annas juga mengisyaratkan sejumlah permintaan untuk tekstur bagunan itu. Salah satunya adalah pengecatan yang sebaiknya dilumuri warna putih yang menurut dia agar lebih tampak kokoh dan indah.
"Sebuah bangunan kalau bewarna putih terlihat bersih, cantik, apalagi sebuah masjid. Tentu akan lebih baik kalau diberikan warna putih sehingga juga tampak lebih mewah," katanya.
Gubernur ketika itu juga sempat melihat-lihat kondisi makam beberapa Sultan Siak dan keturunannya di lokasi Masjid Raya yang menurut dia juga tidak terawat dengan baik.
"Saya akan membantu perbaikan untuk memperindah kawasan sekitar areal masjid. Jangan sampai nilai historis dari Masjid Raya ini hilang," kata dia.
Sementara itu Wali Kota Pekanbaru, Firdaus sebelumnya pernah berjanji akan mencarikan solusi mengenai dana operasional yang dikeluarkan pengurus Masjid Raya Pekanbaru dalam mengoperasionalkan masjid itu.
Namun untuk renovasi bangunan, menurut dia itu membutuhkan anggaran yang tidak sedikit dan selayaknya ditopang oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau.
Sebelumnya pada tahun 2013 Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Pekerjaan Umum telah melakukan proses tender untuk beberapa perbaikan Masjid Raya.
Untuk tahun 2013 dianggarkan Rp9,6 miliar untuk renovasi, namun jumlah tersebut masih jauh dari total dana yang diperlukan yakni Rp19 miliar.
Dinas Pekerjaan Umum bersama Badan Revitalisasi Masjid Raya Pekanbaru sebelumnya sudah membuat konsep khusus hingga ke kawasan di sekitar Masjid Raya. Namun, dengan berbagai pertimbangan, implementasi hanya dapat dilakukan untuk revitalisasi fisik saja sehingga penataannya masih dirasa kurang.
Konsep revitalisasi ini bertujuan untuk menciptakan kawasan wisata Melayu Islam, di mana dalam revitalisasi tidak hanya menghadirkan masjid dengan arsitektur modern, tapi juga kawasan wisata dengan beberapa fasilitas publik lainnya, termasuk menara masjid setinggi 66,66 meter, dengan balkon menara setinggi 35 meter.
Beberapa fasilitas lainnya yang akan dibangun adalah satu persatu adalah jalan yang menghubungkan Masjid Raya menuju Pasar Wisata, Kawasan Islamic Center sederhana dengan menyediakan museum mini dan perpustakaan.
Sementara pelabuhan yang merupakan gerbang masuk wisatawan dari arah Sungai Siak juga akan disempurnakan, hanya saja hingga saat ini rencana itu terbengkalai.
Jauh sebelumnya, total proyek yang memakai lahan seluas 3,02 hektare itu diperkirakan mencapai Rp121 miliar, bahkan itu belum termasuk ganti rugi pembebasan lahan masyarakat.
Pewarta: Fazar Muhardi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014