Budaya "wani piro" (berani berapa) sangat merusak tataran demokrasi,"

Gunung Kidul (ANTARA News) - Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menilai politik uang dan intoleransi merusak empat pilar kebangsaan, sehingga masyarakat perlu pemahaman tentang pentingnya empat pilar kebangsaan.

Anggota Komisi IV DPR Djuwarto di Gunung Kidul, DIY, Minggu, mengatakan maraknya politik uang saat pemilihan legislatif merusak tataran berbangsa dan pola-pola perusakan demokrasi yang tertuang dalam empat pilar kebangsaan Indonesia yang meliputi Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.

"Budaya "wani piro" (berani berapa) sangat merusak tataran demokrasi," kata Djuwarto.

Ia mengatakan untuk menangkal meningkatnya politik uang, pihaknya terus berupaya memberikan kesadaran bagi masyarakat agar tidak terjebak dalam praktik politik uang.

"Pesan pesan moral harus terus disuarakan, agar peradaban bangsa yakni empat pilar kebangsaan terus berada didalam hati masyarakat," kata dia.

Djuwarto mengatakan seharusnya pemilu menjadi bagian terpenting dalam hidup berdemokrasi.

"Masyarakat seharusnya sadar pemilu merupakan perwujudan dari pancasila, jangan sampai dirusak oleh politik uang," katanya.

Selain itu Politisi PDI Perjuangan ini menyoroti tentang adanya kasus intoleransi yang akhir-akhir ini marak sisi lain lemahnya empat pilar kebangsaan. Untuk itu ia meminta masyarakat tetap memegang Bhineka Tunggal Ika.

"Semua harus kembali ke Pancasila dan UUD 1945," kata dia.

Salah satu warga dusu Karangnongko, Desa Giripurwo, Sudento berharap agar pentingnya pilar kebangsaan terus diberikan kepada masyarakat.

"Kesadaran masyarakat masih minim sehingga masih mudah tergoda dengan uang," katanya.

Dia mengatakan dari perngalaman pribadi selama pileg lalu, sebagian besar masyarakat masih mudah menerima iming-iming, karena ketidaktahuan mengenai pentingya demokrasi.

"Masyarakat masih mudah menerima uang agar memilih," kata dia.
(KR-STR/H008)

Pewarta: Sutarmi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014