Jayapura (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua bersama instansi terkait lainnya terus bekerja keras untuk mempercepat penurunan angka stunting yang saat ini masih cukup tinggi guna menciptakan generasi emas Indonesia di Tanah Papua.

Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), pada tahun 2021 prevalensi stunting di Papua mencapai 29.0 persen, tahun 2022 prevalensi stunting 26.9 persen dan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 sebesar 28.6 persen.

Jika dibandingkan dengan rekomendasi Badan Kesehatan Dunia WHO dengan prevalensi 20 persen maka Provinsi Papua tergolong prevalensi stuntingnya masih sangat tinggi.


Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis yang ditandai dengan tinggi badan berada di bawah standar. Malnutrisi kronis ini terjadi ketika asupan makanan anak tidak terpenuhi.

Oleh sebab itu, pemerintah bersama instansi terkait gencar melakukan langkah-langkah agar anak-anak yang terkena stunting dapat terpenuhi nutrisinya melalui pangan lokal Papua yang cukup melimpah. Kandungan gizi pangan lokal juga cukup baik guna memberi asupan bagi anak-anak stunting nantinya tidak terpapar gangguan pertumbuhan ini.

Papua kaya hasil alam sebagai bahan pangan sehingga bisa diolah sebagai sumber gizi berimbang, seperti sagu, ubi jalar atau petatas, keladi, pokem atau sejenis gandum, kakao, jagung lalu ikan hasil laut.

Potensi pangan lokal inilah yang kini menjadi perhatian pemerintah setempat untuk dimasyarakatkan di Tanah Papua. “Papua kaya akan hasil alam. Oleh sebab itu, saya minta para penjabat daerah gencar mendorong pengembangan ekonomi berbasis potensi lokal,” kata Penjabat Gubernur Papua Ramses Limbong.

Contohnya, hampir 85 persen daerah di Provinsi Papua terdapat pohon sagu sehingga bisa diolah menjadi papeda, sagu tumbuk, sinole atau dadar sagu, bubur sagu. Sedangkan umbi-umbian yang juga banyak di daerah ini bisa dikonsumsi secara direbus, digoreng atau ditumbuk seperti yang biasa dijumpai yakni keladi tumbuk.

Selain itu, ulat sagu memiliki kandungan gizi baik bagi tubuh bisa diolah menjadi makanan, dan ikan hasil laut Papua yang melimpah dapat dikonsumsi untuk pemenuhan gizi masyarakat.

Konsumsi ikan di Papua khususnya di wilayah pesisir seperti Sarmi, Waropen, Kepulauan Yapen, Supiori, Biak Numfor dan Kabupaten dan Kota Jayapura saat ini mencapai 75,72 kg/kapita.

Ikan mengandung lemak, vitamin dan mineral, omega 3 yang tinggi sehingga memiliki peran penting mendukung program peningkatan gizi, khususnya pada 1.000 hari pertama kehidupan dan anak-anak di bawah umur dua tahun, dalam rangka pembentukan kualitas sumber daya manusia yang produktif dan berdaya saing.

Provinsi Papua memiliki sembilan kabupaten/kota dan berdasarkan data produksi perikanan tangkap di Provinsi Papua sebesar 163.644 ton pada 2023 dan diyakini pada 2024 produksinya akan meningkat.

Bahan-bahan yang ada ini bisa didapatkan langsung dari alam atau  membeli di pasar karena mudah didapatkan. Dengan mengoptimalkan pangan lokal untuk konsumsi masyarakat diharapkan stunting dapat dicegah dan ditanggulangi

“Saya minta agar penjabat daerah di sembilan kabupaten/ kota mulai melakukan pemetaan potensi pangan lokal, apa saja yang bisa dijadikan makanan bergizi sehingga menjadi makanan tambahan anak-anak,” ujar Ramses Limbong, menegaskan.

Untuk itu, diharapkan ada inovasi dan kreativitas dari penjabat dalam mengembangkan daerah melalui pangan lokal. Upaya ini secara tidak langsung juga mengurangi ketergantungan pada pangan impor dan meningkatkan ketahanan pangan.

Dengan gencar meningkatkan pengembangan ekonomi berbasis potensi lokal maka akan menggerakkan perekonomian keluarga serta memberikan sistem keberlanjutan.

Oleh sebab itu, stunting merupakan hal yang serius dan harus ditangani dengan baik. Sebab, hal ini menyangkut perkembangan generasi Papua. Semua pihak harus bekerja sama guna menurunkan angka stunting di Provinsi Papua.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Papua Sarles Brabar menambahkan bahwa kualitas keluarga merupakan hal yang harus diperhatikan. Target perhatian Pemprov Papua adalah calon pengantin (catin) atau calon pasangan usia subur (PUS), ibu hamil dan menyusui sampai dengan bersalin, dan anak 0-59 bulan.

Untuk mendukung program penanganan stunting, Pemprov Papua juga menurunkan tim pendamping guna memperkuat koordinasi dengan instansi terkait agar target sasaran ini bisa menjadi pedoman dalam menjalankan program penanganan stunting.

Dalam menangani stunting, tim penyuluh dituntut menggunakan kearifan lokal. Artinya, apa yang dilakukan oleh tim sesuai dengan adat, dengan mendengarkan keluhan dan kendala yang dihadapi masyarakat sehingga ada solusi-solusi adat yang bisa diberikan.

Misalnya terkait dengan masalah gizi, pemenuhan karbohidrat tidak hanya dari nasi, tapi bisa juga dari sagu, jagung, kentang, petatas, keladi, dan singkong. Sedangkan sumber gizi lainnya seperti sayuran-sayuran, buah-buahan, ikan, telur, dan lainnya.

Masyarakat perlu memperoleh pemahaman yang utuh bagaimana mengelola makanan tersebut agar tidak menjadi monoton saja. Dengan begitu, tidak ada alasan bagi para orang tua anak enggan menyukai makanan lokal tersebut.

Tim penyuluh akan terus memberikan edukasi dan sosialisasi secara rutin kepada masyarakat di perdesaan, seperti menghadirkan Kampung Keluarga Berkualitas (KB) di Kabupaten Biak Numfor, Kota Jayapura, dan beberapa daerah lainnya.


​​​​​Kreasi lokal

Guna mendukung pengentasan stunting di Papua, Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi Papua, Kerdina Ramses Limbong, telah menggerakkan jajaran PKK setempat melakukan pengecekan kinerja PKK di sembilan kabupaten/kota.

Di Kabupaten Sarmi, Tim Penggerak PKK telah memberikan makanan tambahan berupa olahan pangan lokal kepada anak-anak. Nasi diganti dengan olahan sagu, sedangkan ikan dibuat menjadi nugget  dan sayur singkong ditumis.

Untuk bayi dan ibu hamil serta menyusui juga mengkonsumsi makanan olahan yang sudah dikreasi.

Kreasi pangan lokal inilah yang selalu didorong oleh TP PKK  sehingga memberikan semangat bagi anak-anak dalam memakan makanan dan bahan lokal.

Kandungan gizi di dalam pangan lokal ini juga tidak kalah dengan makanan lainnya, terbukti berdasarkan laporan dari TP PKK Kabupaten Sarmi dari enam anak yang terkena stunting, tiga di antaranya telah melewati masa tersebut.

Dengan kolaborasi berbagai komponen, baik dari unsur pemerintah, TP PKK,  Posyandu dan masyarakat, maka generasi emas Papua akan benar-benar dapat terwujud.


 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024