Jangan terus menggunakan pestisida, saya yakin keaslian bunga pasti akan lebih terjaga."

Singaraja (ANTARA News) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyarankan para petani bunga memanfaatkan biourine sapi yang telah banyak dihasilkan dari unit Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) untuk mengurangi penggunaan pestisida.

"Manfaatkan hasil Simantri kita yang berupa biourine. Jangan terus menggunakan pestisida, saya yakin keaslian bunga pasti akan lebih terjaga," katanya di sela-sela kunjungan ke Kelompok Tani Bunga Mekar Sari, Singaraja, Buleleng, Sabtu.

Simantri merupakan salah satu program hibah dari Pemprov Bali yang diberikan kepada gabungan kelompok tani (gapoktan) untuk meningkatkan pendapatan para petani.

Setiap gabungan kelompok tani (gapoktan) penerima Simantri mendapatkan bantuan Rp200 juta yang dapat digunakan untuk mengembangbiakkan sapi, pengolahan pupuk dari kotoran sapi, pengolahan biourine dan menghasilkan biogas.

Sampai saat ini sudah terbentuk lebih dari 400 unit Simantri.

Selain dianjurkan memanfaatkan biourine, Pastika juga mengharapkan para petani untuk memanfaatkan teknologi dalam proses penyiraman maupun pemeliharaan hasil pertanian.

Pada kesempatan itu, ia pun memuji usaha dari kelompok tani yang sudah ada sejak tahun tersebut. "Saya lihat hasilnya sudah cukup bagus, namun jika nanti ada kesempatan hendaknya datang ke Thailand kawasan Chiangrai, di sana sistem pertaniannya sangat bagus, siapa tahu kita bisa belajar dari sana dan kemudian mengembangkannya di daerah sendiri," ujar Pastika.

Mantan Kapolda Bali itu berpesan supaya para petani tetap menjaga dan mengembangkan hasil pertanian. "Hasil pertanian nantinya akan mendukung pariwisata dan supaya nanti bisa diturunkan kepada anak cucu kita," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Bunga Mekar Sari, Ketut Supala, mengatakan kelompok taninya tersebut sudah ada sejak 2012 dengan beranggotakan 20 orang. Bunga-bunga yang ditanam oleh kelompok tani itu, antara lain krisan, calla lely, snow queen, snap ragon, gladiol dan lain sebagainya.

"Dalam pemeliharaannya selama ini kami menggunakan pupuk organik yakni berupa kotoran sapi yang difermentasi. Namun, kami masih mengalami permasalahan yakni masalah penyakit karat daun yang banyak menyerang bunga. Penyakit ini disebabkan oleh cuaca yang lembab karena lokasi penanaman yang berada di pinggir bukit," ucapnya. (*)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2014