Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar-bank Jakarta, Kamis pagi, turun tipis menjadi Rp9.217/9.222 per dolar AS dibandingkan dengan posisi penutupan hari sebelumnya pada level Rp9.208/9.220 atau mengalami penurunan sebanyak tujuh poin. Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta, Kamis, mengatakan turunnya rupiah karena melemahnya pasar saham regional, sehingga indeks Nikkei di Jepang, Kospi di Korea Selatan dan indeks SP/ASX 200 merosot. Melemahnya indeks Nikkei ketika pasar dibuka, akibat merosotnya saham-saham di bursa Tokyo, sehubungan para investor memperkirakan laba interim emiten yang akan dilaporkan akhir bulan ini penuh ketidakpastian, katanya. Meski demikian, lanjutnya, perdagangan di pasar domestik cenderung agak lesu, para pelaku memfokuskan perhatian pada pertemuan bank sentral AS (The Fed) yang akan membahas tingkat suku bunga AS apakah akan turun. Namun The Fed masih memperhitungkan inflasi AS yang masih mengkhawatirkan, meski data tenaga kerja AS agak membaik, katanya. Menurut dia, tekanan pasar yang paling utama terhadap rupiah berasal dari kawasan Asia yang makin memanas, karena Korea Utara rencana uji coba nuklir berikut menimbulkan kekhawatiran para pelaku pasar. "Kami khawatir apabila uji coba nuklir itu kembali dilakukan akan menimbulkan reaksi yang lebih keras, karena peledakan nuklir akan berpengaruh negatif terhadap lingkungan, baik mengenai kehidupan dan kesehatan masyarakat," katanya. Di pasar regional sendiri, dolar AS masih bertengger di level 119,75 yen, euro terhadap dolar jadi 1,2520, dan euro terhadap yen pada 149,95. Rupiah sebelumnya sudah diperkirakan akan tetap berkisar di level antara Rp9.200 sampai Rp9.250 per dolar AS, meski masih ada peluang untuk menguat dalam dua hingga tiga pekan mendatang, namun tampak pergerakan rupiah masih kokoh di level tersebut. Apalagi bank sentral AS (The Fed) akan mengadakan pertemuan pada 20 Oktober mendatang membahas tingkat suku bunganya, apakah akan jadi diturunkan atau tidak yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan pasar Asia. Selain itu, juga harga minyak mentah ringan AS terus merosot menjadi 57,55 bahkan harga minyak itu sempat menyentuh level 57,37 dolar AS per barel yang menunjukkan pasar semakin tenang, meski para pelaku pasar masih mempertanyakan produk minyak Negara-negara pengekspor minyak mentah (OPEC), demikian Kostaman Thayib. (*)
Copyright © ANTARA 2006