Denpasar (ANTARA News) - Kedutaan Besar (Kedubes) Australia memperingati ledakan bom Bali 2002 di kompleks Garuda Wisnu Kencana (GWK) Jimbaran, dalam suasana penuh haru dan isak tangis. "Kita berkumpul untuk menyampaikan bela sungkawa kepada keluarga dan kekasih korban tewas dan menyatakan pengakuan duka atas hancurnya kehidupan banyak orang lainnya," kata Dubes Australia untuk Indonesia, Bill Farmer AO, di Jimbaran, Bali, Kamis. Hadir dalam peringatan tersebut antara lain Kadisparda Bali Gede Nurjaya, dan sejumlah dubes dan konjen negara-negara sahabat yang warganya turut menjadi korban. Dalam ledakan bom Bali 2002 yang menewaskan 200-an orang tersebut berasal dari Indoensia, Australia, Brazil, Inggris, kanada, Denmark, Ekuador, Perancis, Jerman, Yunani, Italia, Jepang, Korsel, belanda, Selandia Baru, dan Polandia. Juga dari Portugal, Afrika Selatan, Swedia, Swiss, Taiwan, dan Amerika Serikat. Dalam pidatonya Dubes Farmer mengatakan Indonesia terkena serangan mengejutkan, yaitu di Bali 2002 dan 2005, diikuti ledakan bom Hotel Marriot di Jakarta 2003 dan serangan pada Kedubes Australia pada 2004. Ini, katanya, adalah serangan pada sebuah bangsa yang besar dan demokrasi yang sedang berkembang di negara Indonesia. "Percayalah Australia tetap di samping anda, bertekad untuk memerangi terorisme," kata Dubes Farmer. Indonesia dan Australia tidak akan membiarkan teroris menyebarluaskan kekacauan dan keputusasaan, untuk memisahkan masyarakat, iman dan tetangga dan menyerang aspirasi rakyat Indonesia. "Mereka (teroris) telah gagal. mereka benar-benar telah gagal dan mereka tidak akan berhasil," katanya. Kerja sama antara lembaga penegak hukum kedua pemerintahan telah membantu penangkapan, pengadilan dan memenjarakan lebih dari 40 orang yang terlibat dalam ledakan bom di Bali. Selain itu, kepolisian kedua negara terus bekerjasama memburu teroris lainnya dan memastikan diseret ke meja hijau. Tabur bunga Usai melakukan upacara peringatan, para korban yang terluka dan keluarga korban tewas berkesempatan menaburkan seuntai bunga di kolam yang terletak di tengah lokasi upacara. Isak tangis dari para keluarga dan korban, yang kebanyakan warga negara Indonesia dan Australia, tak terbendung lagi ketika mereka menaburkan bunga. Suasana tampak begitu hening ketika upacara selesai dimana selanjutnya para keluarga korban saling berpelukan, berpandangan sambil meneteskan air mata. Suasana bertambah haru ketika Alief (8) yang ayahnya, Imawan Sardjono, tewas dalam ledakan bom 2002, membawakan puisi berjudul "Ayahku Telah Tiada". Dalam puisinya, dirinya menceritakan ketika ayahnya tewas menjadi korban ledakan bom, ia baru berusia empat tahun. Alief bercerita bahwa dirinya sangat ingin berjumpa dengan ayahnya walau hanya dalam mimpi dan menemani tidurnya setiap hari. Ia juga selalu berdoa agar bisa bertemu ayahnya di surga sana. Penjagaan di seputar lokasi peringatan ledakan bom tersebut sangat ketat, terlihat dengan menyebarnya sejumlah anggota polisi baik berpakaian dinas maupun preman. Kecuali keluarga korban yang datang diundang, tidak diizinkan warga luar untuk datang ke lokasi tersebut, sementara wartawan yang ingin meliput harus menggunakan kartu identitas khusus yang dikeluarkan Kedubes Australia. (*)
Copyright © ANTARA 2006