Hanya orang gila yang menyebut itu pencitraan. Justru ini inspirasi untuk diajarkan pada anak-anak kita di tengah maraknya hedonisme"

Jakarta (ANTARA News) - Produser sekaligus sutradara Nia Dinata menceritakan awal mula dukungannya terhadap pasangan kandidat presiden dan wakil presiden nomor urut dua Joko Widodo dan Jusuf Kalla pada diskusi terbuka yang digelar Relawan Gerak Cepat.

Sebagai generasi yang pernah mengalami Tragedi Mei 1998, Nia mengaku kapok memilih calon pemimpin yang masih memiliki kaitan dengan masa itu.

"Tahun 98 saya sudah punya anak dua. Sementara teman-teman saya turun ke jalan berdemonstrasi, saya harus menjaga kedua anak saya di rumah. Waktu itu kami kehabisan susu dan saya terpaksa jalan kaki dari Radio Dalam ke Pondok Indah demi susu. Saya tahu betul perjuangan yang dilakukan teman-teman saya makanya begitu saya tahu ada capres dari masa lalu, saya tidak mau pilih dia," kata Nia di The Hall, Senayan City, Jumat malam.

Sutradara film "Ca Bau Kan" itu juga mengajak masyarakat yang sudah memiliki hak pilih untuk tidak golput dan menggunakan hak pilihnya dengan penuh tanggung jawab.

Nia menngaku selama ini dia selalu golput dan baru kali ini dia menyalurkan suaranya pada Pemilu 2014.

"Sejak sebelum 1998 saya golput, karena memang tidak ada pilihan lagi. Bahkan setelah 1998 saya masih golput karena menurut saya reformasi yang ada adalah reformasi semu, apa pun pilihan saya yang menang ya itu-itu saja. Jadi saya putuskan, ya sudah, saya cinta negeri ini tapi saya mau ikut berpartisipasi lewat seni saja bukan politik," kata Nia.

"Tapi kali ini berbeda, saya tidak mau golput lagi."

Nia telah mendeklarasikan diri memilih Jokowi-JK karena beberapa alasan antara lain visi misi, rekam jejak dan figur pemimpin itu sendiri.

"Saya lihat rekam jejak mereka berdua juga mencermati debat, lihat visi-misinya, terlihat siapa yang jual mimpi dan tidak," kata dia.

"Secara emosi saya suka pribadi Jokowi yang sederhana. Jokowi adalah pengusaha kayu yang sukses dan mampu hidup mewah tapi malah memilih naik kijang meski mampu beli Mercy. Hanya orang gila yang menyebut itu pencitraan. Justru ini inspirasi untuk diajarkan pada anak-anak kita di tengah maraknya hedonisme di ibu kota," kata dia.


Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014