Jakarta (ANTARA News) - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mempertanyakan dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oknum petugas bea cukai Tanjung Priok atas impor barang yang tidak dikenakan Bea Masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
"Penyalahgunaan wewenang kerap kali dilakukan BC Tanjung Priok, karena tidak ada pengawasan terhadap kerja mereka. Sehingga yang berkuasa, dugaan saya atas laporan yang diterima, siapa yang banyak duit bisa lolos, walaupun melanggar peraturan," kata Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra Uchok Sky Khadafi di Jakarta, Kamis.
Uchok menjelaskan, menurut hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada tahun 2011 dan 2012 terdapat importasi Barang Kena Pajak (BKP) tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang belum dipungut PPnBM.
Importasi tersebut mencakup sebanyak 136 PIB (Pemberitahuan Impor Barang) pada 2011 dan 42 PIB pada 2012 yang masing-masing nilainya diperkirakan mencapai sebesar Rp8.554.625.872 dan Rp722.112.514.
Kelalaian itu melanggar UU Nomor 8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU nomor 18 tahun 2000.
Selain itu, kelalaian atas pengenaan PPnBM, merupakan pelanggaran atas PMK nomor 103/PMK.03/2009 tentang jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan pajak penjualan atas barang mewah.
Uchok menambahkan kelalaian lainnya adalah importasi barang yang belum dikenakan pungutan bea masuk anti dumping atau bea masuk tindakan pengamanan sebesar Rp11.168.446.181 sehingga berpotensi merugikan pendapatan negara.
"Dari dua kasus ini, pihak bea dan cukai (diduga) tidak melakukan pemungutan atas penerimaan negara, sehingga sangat mencurigakan publik. Reformasi di Kemenkeu, gagal total karena masih banyak kebocorannya," katanya.
Menurut dia, pembiaran yang terjadi selama ini diduga karena para oknum yang bermain di Tanjung Priok dilindungi oleh kekuatan yang lebih kuat. Uchok bahkan menyarankan adanya pergantian pejabat dalam tubuh Ditjen Bea dan Cukai.
Sebelumnya, pernah terjadi kasus dugaan penyalahgunaan wewenang yang melibatkan Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (KPUBC) Tanjung Priok B Wijayanta DM atas Laporan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Lira Indonesia (Hiplindo) Jusuf Rizal.
Wijayanta yang telah dijadikan tersangka oleh Polda Metro Jaya, dilaporkan pada 26 April 2013 karena diduga melanggar Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian seseorang.
Salah satu perusahaan Hiplindo yaitu PT Prima Daya Indotama dihambat atau tidak dapat mengeluarkan barang kiriman (garmen) selama lebih dari tiga bulan. Padahal sesuai Pasal 19, Keputusan Dirjen tentang importasi, maksimal barang dapat keluar 30 hari setelah Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis mengaku sudah mendengar kasus tersebut dan menunggu hasil penyidikan Kepolisan. Permintaan keterangan kepada Dirjen Bea dan Cukai, lanjut dia, bisa dilakukan meskipun Komisi XI belum menjadwalkan pemanggilan.
"Kami lihat ke depannya seperti apa, kami tak mau bekerja atas dasar rumor. Tapi jika ada indikasi keterlibatan Dirjen misalnya, bisa saja ada pemanggilan, hingga rekomendasi pencopotan," katanya.
Sementara, Sekretraris Jenderal Kementerian Keuangan Kiagus Badarudin mengatakan seluruh kasus dugaan pelanggaran hukum diserahkan sepenuhnya ke pihak berwajib. Menurut dia, pemanggilan orang-orang yang terlibat untuk membantu penyelidikan, bisa dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan. (S034/S025)
Pewarta: Satyagraha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014