Anda perlu punya mentalitas yang kuat dan kokoh dengan membangun semangat kebersamaan dalam tim...Saya tidak suka dengan main kelompok-kelompokan di ruang gantiJakarta (ANTARA News) - Laga perempat final Piala Dunia 2014 sekonyong-konyong membuat pelatih Jerman Loew memanjatkan doa dengan berguru kepada maharesi Rabindranath Tagore.
Pelatih Prancis Didier Deschamps pun melambungkan meditasi agar memperoleh pikiran yang tenang di tengah riuh gejolak taktik laga agar akhirnya mampu mendengar bisikan suara ilahi.
Baik Loew maupun Deschamps sama-sama berdoa dan bermeditasi dengan berpanduan dari ayat-ayat sarat permohonan berisi kekuatan cinta akan pelayanan kepada anak asuhannya dalam masing-masing tim. Kedua pelatih ingin melayani dan ingin memberi, bukan justru dilayani apalagi diberi.
Di tengah galau meracik taktik menghadapi laga perempat final Piala Dunia 2014 di Brasil itulah, Loew dan Deschamps memanjatkan tiga larik ayat doa.
Pertama, merasakan kegembiraan dan kesedihan. Kedua, membuat cinta agar berbuah dalam pelayanan kepada orang lain. Ketiga, mengangkat segala pikiran agar dapat melambung tinggi-tinggi di atas hal-hal yang remeh setiap harinya.
Melawan Prancis, terang benderang bahwa Loew ingin melayani anak asuhannya dengan menyusun skema permainan yang apik baik di lini pertahanan, lini tengah, dan lini depan. Pelatih Die Mannschaft itu ingin agar Lahm, Mertesacker, Boateng, dan Grosskreutz bermain tenang dalam mengawal pertahanan.
Lahm dan Grosskreutz mampu menempati posisi full-bek karena memiliki kecepatan dibandingkan dua bek tengah lainnya. Sementara Jerome Boateng dapat bermain di posisi bek kanan, meski ia juga mampu menempati posisi sebagai gelandang.
Layaknya hakekat doa yang menggerakkan cinta akan sesama, Loew punya kecintaan akan skema serangan balik yang cepat.
Pilihan jatuh kepada Lahm dan Grosskreutz sama-sama menunjukkan kemampuan mumpuni baik dalam bertahan maupun dalam mendukung serangan. Di lini gelandang, pilihan jatuh kepada Bastian Schweinsteiger dan Sami Khedira. Keduanya mampu berperan sebagai gelandang murni.
Peran gelandang serang dapat diemban oleh Schuerrle, Mueller, dan Podolski. Ketiganya punya kemampuan mumpuni dalam melakukan eksekusi bola-bola mati. Ketiganya telah menjalin "chemistry" dengan bersedia saling melayani dalam menjalin serangan.
Siapa striker pilihan Der Panzer? Pilihan jatuh kepada Miroslav Klose. Pemain ini punya kelebihan dalam melakukan duel udara dan mampu menempatkan diri di posisi yang tepat untuk meneror pertahanan lawan. Hanya saja, apakah ia mampu turun bermain sepanjang 90 menit?
Mengambil dan memungut buah cinta dari doa dan meditasi, Loew senantiasa memohon cinta akan Tuhan, bukan sebagai sesuatu yang pantas diterima, tetapi sebagai sesuatu yang diberikan secara cuma-cuma kepada manusia.
Selain cinta akan Tuhan, doa-meditasi dapat berisi permohonan akan pembebasan terhadap belenggu hidup keseharian, permohonan belas kasihan dan persahabatan.
Jika saja Loew mampu meluapkan cinta akan Tuhan dalam doa dan meditasi, maka ia mampu membuka hati dan menggerakkan kehendak untuk mampu mengalahkan Prancis dengan menyusun skema pertahanan yang solid dan pola serangan yang lebih kreatif.
Ini semua terpulang kepada etika kerja yang bermuara dari kehidupan doa yang sehat dan kehidupan meditasi yang walafiat juga.
Orkestra cinta akan laga yang ofensif telah menjadi merek dagang bagi timnas Jerman. Kalau saja kehidupan doa hakekatnya adalah bhakti setia kepada Yang Ilahi, maka Loew senantiasa bersetia dengan formasi 4-2-3-1 dengan Oezil berperan sebagai pemain nomor 10 atau sebagai dirigen permainan. Langgam ini berbeda ketika Jerman dibesut oleh Juergen Klinsmann pada 2006.
Dengan energi cinta yang meluap-luap, Jogi, panggilan Loew, menyuntikan pola permainan Jerman gaya baru, yakni memotivasi para pemain untuk lebih menyerang. Layaknya doa dan meditasi yang berkonsentrasi kepada satu titik, maka skema menyerang memerlukan fokus tiada henti.
Dalam ajang Piala Eropa 2012, Jerman sempat kehilangan taji. Marco Reus, hanya saja mereka masih memiliki Draxler, Schurrle dan Goetze.
Loew mendaulat anak asuhannya untuk mendominasi permainan dengan tiada henti menekan dan mengepung lawan. Skema permainan ini banyak terbantu karena Bundesliga merupakan wujud dari cinta yang subur bagi para pemain muda bertalenta.
Trio Oezil, Thomas Mueller, dan Mario Goetze merupakan striker bertipe predator untuk mencetak gol. Mueller mampu membuka ruang untuk memberin keleluasaan kepada sesama rekan pemain melakukan overlapping.
Goetze mampu bermain lebih ke dalam, menerima distribusi bola dari lini gelandang. Di sinilah kelebihan Mueller yang mampu mengkonversi setiap peluang menjadi gol.
Bagaimana dengan Deschamps? Kalau doa dan meditasi membantu orang untuk mampu menimbang dengan hati tenang jiwa lebar, maka pelatih berusia 45 tahun ini merasakan energi penuh cinta yang meluap-luap.
Buktinya, pertandingan babak 16 besar melawan Nigeria pada Senin (30/6) melahirkan catatan tersendiri bagi pelatih berjuluk "bonne etoile" (bintang yang beroleh keuntungan). Dia menorehkan rekor 10 laga tak terkalahkan di Piala Dunia, dengan rincian enam sebagai pemain (1998) dan empat sebagai pelatih.
Kalau Eric Cantona digadang-gadang sebagai "gelandang pengangkut air", maka Deschamps justru dapat disebut sebagai "gelandang pengangkut tropi".
Sebagai kapten timnas Prancis yang memenangi Piala Dunia 1998 dan kejuaraan Eropa tahun 2000, ia juga berperan sebagai pemain kunci Marseille dan Juventus. Bagi masing-masing klub itu, Deschamps menghantar keduanya meraih gelar Liga Champions.
Ketika kali pertama menjabat sebagai manajer, ia membawa Monaco melaju sampai final Liga Champions, dan membawa Olympique Marseille keluar sebagai juara Liga Prancis untuk kali pertama setelah mereka selama 18 tahun mengalami puasa gelar.
"Saya selalu membenci kekalahan dan saya ingin berteguh untuk tidak kalah, meski saya kerapkali merasa kecewa juga karena menerima kekalahan. Saya berusaha sekuat tenaga dan pikiran untuk meraih kemenangan."
"Motivasi seperti inilah yang memang diperlukan bagi pemain yang saya asuh selama ini. Mereka saya dorong terus agar memberi segala sesuatunya sampai tuntas benar," katanya.
Itulah larik-larik doa dan meditasi yang dilakoni Deschamps dengan penuh cinta. Ia mendefinisikan meditasi sebagai permenungan yang tenang dan khusyuk tentang makna kehidupan yang mendalam untuk mendengar suara Ilahi.
Asa untuk memotivasi anak asuhannya lahir dari oase meditasi di tengah kering kerontang kehidupan, layaknya laga bola yang serba rinci dalam jalinan taktik.
Deschamps menyuntikkan energi cinta kepada anak asuhannya agar tampil sebagai pemain yang mau bekerja dengan bersungguh-sungguh. Seperti mentornya, yakni Aime Jacquet yang menjadi pelatih timnas Prancis pada 1998, keteguhan hati Deschamps diibaratkan sebagai pohon Apel yang berdiri tegak.
Seperti Jacquet pada 1998, yang memutuskan tidak memilih dan memasukkan Cantona dan David Ginola, maka Deschamps juga tidak membawa gelandang Samir Nasri ke perhelatan sepak bola sejagad di Brasil.
"Anda perlu punya mentalitas yang kuat dan kokoh dengan membangun semangat kebersamaan dalam tim. Nasri bukan seperti Neymar atau Ronaldo. Ia memang pemain berbakat. Saya tidak suka dengan main kelompok-kelompokan di ruang ganti," katanya.
Deschamps membawa pemain bertalenta yang tengah bersinar di Piala Dunia 2014, salah satunya Paul Pogba, dan Blaise Matuidi. Kedua pemain ini piawai dalam mengambil peran sebagai gelandang menyerang. Di lini depan, ada Karim Benzema. Pemain yang terakhir ini mampu menjadi patron bagi para pemain muda dengan mengobarkan "esprit de corps".
Melawan Jerman, jelas-jelas Deschamps perlu memotivasi para pemainnya untuk tampil penuh perjuangan dan gagah berani.
Dan ia tidak terlalu peduli dengan rekor suksesnya yang moncer dengan meraih berbagai gelar mengkilap di sejumlah turnamen. Ia memilih bersukacita untuk membicarakan kelolosan timnya ke delapan besar Piala Dunia 2014.
"Rekor itu tidak ada dalam pikiran saya. Satu-satunya hal yang ada dalam pikiran saya adalah kelolosan Prancis ke perempat final," katanya sebagaimana dilansir Reuters. Deschamps tampil sebagai murid sejati dari drama Yunani klasik berjudul Deucalion dan Pyrrha.
Berlalulah sang waktu. Kini manusia menapaki jalan kemajuan dan kemenangan. Dalam kemajuan dan kemenangan itu manusia melupakan peran para dewa. Mereka lebih yakin akan dirinya sendiri, bahkan menistakan dewa.
Dengan hilangnya cinta dan hormat kepada para dewa, hilang pulalah cinta mereka kepada sesama, dan dengan demikian mereka saling membendi dan saling berperang. Kini, Jerman "berperang" melawan Prancis!
(T.A024)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2014