Beijing (ANTARA) - Hubungan ekonomi dan perdagangan di antara negara-negara anggota BRICS semakin erat, dan China memainkan peran penting dalam mendorong kerja sama BRICS yang saling menguntungkan.

Istilah BRIC pada awalnya dicetuskan pada 2001 sebagai sebuah konsep yang merujuk pada perekonomian emerging market, yakni Brasil, Rusia, India, dan China. Dengan bergabungnya Afrika Selatan pada 2010, BRICS resmi terbentuk.

Setelah ekspansi tahun lalu, kelompok BRICS kini mencakup sekitar 30 persen dari produk domestik bruto (PDB) global, hampir separuh dari populasi dunia, dan seperlima dari perdagangan global. BRICS menjadi platform terpenting di dunia untuk solidaritas dan kerja sama di antara emerging market dan negara-negara berkembang.

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-16 yang digelar pada 22-24 Oktober di Kazan, Rusia, menarik perhatian dunia serta diyakini akan membawa peluang kerja sama ekonomi dan perdagangan baru antara China dan negara-negara BRICS lainnya.

Perdagangan luar negeri China dengan negara-negara anggota BRICS lainnya mencapai 4,62 triliun yuan (1 yuan = Rp2.191) atau sekitar 648 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp15.620) dalam sembilan bulan pertama 2024, naik 5,1 persen secara tahunan (year on year/yoy), tunjuk data bea cukai.

Pertumbuhan perdagangan tersebut dapat dikaitkan dengan tingkat komplementaritas ekonomi yang tinggi, serta komitmen China terhadap keterbukaan tingkat tinggi dan perjanjian perdagangan bebas antara China dan negara-negara BRICS lainnya, ujar Hong Yong, seorang peneliti dari Akademi Kerja Sama Perdagangan dan Ekonomi Internasional China yang dinaungi Kementerian Perdagangan China.

Di sektor industri, ekspor baja dan bahan baku tekstil China ke negara-negara BRICS lainnya tumbuh masing-masing 8,6 persen dan 13,4 persen (yoy) dalam tiga kuartal pertama 2024.

Selama periode yang sama, ekspor barang setengah jadi dari China, seperti sirkuit terpadu, modul layar tablet, dan suku cadang pesawat terbang, ke negara-negara BRICS lainnya mencatatkan pertumbuhan dua digit, sehingga membantu negara-negara BRICS lainnya untuk meningkatkan emerging industry mereka.

Perdagangan produk pertanian juga sangat kuat. Dalam tiga kuartal pertama 2024, lebih dari 80 persen unggas dan ikan pollack beku serta lebih dari 50 persen kepiting yang diimpor oleh China berasal dari anggota BRICS.

"Bagi negara-negara BRICS, kerja sama perdagangan tidak hanya kondusif untuk mendorong pertukaran teknologi dan inovasi, tetapi juga membawa lebih banyak peluang pembangunan bagi negara-negara anggota, dan bahkan bagi dunia," imbuh Hong.

Terkait sektor keuangan, New Development Bank (NDB) merupakan proyek unggulan kerja sama BRICS. Sebagai bank pembangunan multilateral pertama yang didirikan oleh emerging economy, lembaga yang berkantor pusat di Shanghai ini menyediakan dukungan pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur, energi bersih, perlindungan lingkungan, dan pembangunan infrastruktur dunia maya di seluruh negara anggota BRICS.

Mendanai berbagai proyek, mulai dari rel kereta perkotaan di India hingga kompleks pembangkit listrik tenaga bayu di Brasil, NDB secara kumulatif menyetujui pinjaman sebesar 35 miliar dolar AS untuk lebih dari 100 proyek hingga saat ini.

Berdasarkan komitmennya terhadap multilateralisme, BRICS mengambil langkah-langkah praktis guna membuka potensi kerja sama ekonomi dan perdagangan serta menciptakan area pertumbuhan baru. Langkah-langkah tersebut mencakup koordinasi kebijakan dan inisiatif bersama untuk meningkatkan peluang perdagangan dan investasi di antara negara-negara anggota.

Pada Pertemuan Menteri Ekonomi dan Perdagangan Luar Negeri BRICS ke-14 yang digelar di Moskow pada Juli lalu, para peserta sepakat meningkatkan pertukaran dan kerja sama di bidang-bidang emerging, seperti rantai nilai global, teknologi digital, dan zona ekonomi khusus; melakukan kerja sama praktis dalam standar produk ramah lingkungan, dokumentasi elektronik, dan e-commerce; serta memperkuat pertukaran kebijakan, pengembangan kapasitas, dan penyebaran praktik terbaik.

Dengan meningkatkan pertukaran ekonomi dan perdagangan, negara-negara BRICS memanfaatkan keunggulan-keunggulan mereka yang saling melengkapi, yang menjadi kekuatan penting untuk melawan proteksionisme perdagangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi global, ujar Liu Ying, seorang peneliti dari Institut Kajian Keuangan Chongyang di Universitas Renmin China.

Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2024