Washington (ANTARA) - Asia, yang memberikan kontribusi sebesar 60 persen terhadap pertumbuhan global, jelas merupakan pusat kekuatan ekonomi global, kata Krishna Srinivasan, Direktur Departemen Asia dan Pasifik Dana Moneter Internasional (IMF).

"Ini adalah kawasan paling dinamis di dunia. Asia memiliki jumlah tenaga kerja yang sangat besar. Banyak di antaranya juga merupakan tenaga kerja terampil. Ini adalah kawasan yang sangat terintegrasi dalam rantai pasokan global, dan terakhir, Asia adalah kawasan yang telah mengalami peningkatan besar dalam pertumbuhan produktivitas," ujar Srinivasan kepada Xinhua dalam sesi wawancara pekan ini.

"Karena ketiga alasan itu, kawasan ini memberikan kontribusi yang jauh lebih besar dibandingkan kawasan lain," katanya.

Dalam laporan terbaru World Economic Outlook (WEO) IMF yang dirilis pada Selasa (22/10), IMF mempertahankan proyeksi pertumbuhan global untuk 2024 di angka 3,2 persen, konsisten dengan proyeksinya pada Juli. Sementara itu, perekonomian-perekonomian emerging dan berkembang Asia diperkirakan akan mencatat pertumbuhan 5,3 persen.

"Emerging market di Asia memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan perekonomian-perekonomian maju," seiring perekonomian negara maju masih mengalami pengetatan suku bunga dan pelemahan permintaan domestik, kata Srinivasan.

Pejabat IMF tersebut menuturkan bahwa ke depannya, kawasan itu juga harus menghadapi risiko fragmentasi geoekonomi, dampak kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), dampak perubahan iklim, dan sebagainya. Secara khusus, dampak fragmentasi geoekonomi di Asia sangat mengkhawatirkan, ujarnya.

Menurut perkiraan IMF, terdapat sekitar 1.000 langkah pembatasan perdagangan pada 2019, tetapi pada 2023, jumlahnya melonjak menjadi 3.000.

"Ada banyak sekali langkah-langkah distorsi perdagangan yang terjadi, sehingga menyebabkan fragmentasi yang lebih besar," ujar Srinivasan.

"Di kawasan seperti Asia, yang paling diuntungkan dari integrasi regional dan integrasi rantai pasokan, segala bentuk fragmentasi berarti Asia berisiko mengalami kerugian paling besar," lanjutnya.
 
  Direktur Departemen Asia dan Pasifik Dana Moneter Internasional (IMF) Krishna Srinivasan (kiri) menghadiri konferensi pers di Kolombo, Sri Lanka, pada 15 Mei 2023. (Foto oleh Gayan Sameera/Xinhua)


Pejabat IMF itu menyatakan bahwa terdapat redistribusi perdagangan. Sebagai contoh, perekonomian Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah diuntungkan di beberapa sektor tertarget lantaran perang dagang AS-China

Namun, "dalam jangka panjang, semua pihak akan merugi, karena dinamika ekonomi global menurun, output global menurun," ujarnya.

Seraya mengatakan penelitian IMF menunjukkan bahwa untuk setiap pembatasan perdagangan, baik itu hambatan tarif maupun nontarif, terdapat 74 persen kemungkinan negara-negara akan melakukan tindakan balasan, Srinivasan mendesak para pembuat kebijakan untuk berfokus pada cara-cara mengurangi pembatasan perdagangan ini.

Pejabat IMF tersebut mengatakan Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (Asia-Pacific Economic Cooperation/APEC) membentuk sebuah forum yang sangat baik untuk dialog semacam ini, mengingat APEC merupakan sebuah kelompok yang terdiri dari 21 perekonomian yang memiliki proporsi besar dalam perdagangan global.

"Jadi, mereka mengadakan forum ekonomi, sebuah forum dialog antarnegara tentang cara-cara untuk mengurangi gesekan perdagangan ini dan bagaimana untuk merangkul, atau untuk melanjutkan multilateralisme," katanya.

Laporan terbaru WEO itu menunjukkan bahwa ekonomi China diperkirakan akan tumbuh 4,8 persen tahun ini, atau turun 0,2 poin persentase dari perkiraan sebelumnya.

Ke depannya, data produk domestik bruto (PDB) kuartal ketiga yang lebih buruk dari perkiraan, ditambah dengan dukungan kebijakan yang diumumkan baru-baru ini, menunjukkan bahwa "risiko-risiko secara umum seimbang," ujarnya.

Menyebut bahwa banyak langkah yang baru-baru ini diumumkan oleh otoritas China konsisten dengan saran IMF dalam laporan Pasal IV (Article IV), Srinivasan mengatakan dukungan fiskal yang lebih besar dari pemerintah pusat masih dibutuhkan untuk merehabilitasi sektor properti. 


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Indra Arief Pribadi
Copyright © ANTARA 2024