Menjamin hak penguasaan tanah masyarakat adat adalah hal yang terpenting, jika kita ingin melindungi keanekaragaman hayati yang masih tersisa
Jakarta (ANTARA) - Organisasi masyarakat sipil Indonesia menyerukan kepada pemerintah Indonesia maupun para partisipan Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB ke-16 (COP16 CBD) yang tengah berjalan untuk mendukung agenda masyarakat adat.

"Menjamin hak penguasaan tanah masyarakat adat adalah hal yang terpenting, jika kita ingin melindungi keanekaragaman hayati yang masih tersisa," kata Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Kasmita Widodo dalam keterangan diterima di Jakarta, Jumat.

Secara khusus dia merujuk kepada wilayah adat yang sudah dipetakan BRWA sudah mencapai sekitar 30,1 juta hektare, dengan baru 16 persen diantaranya sudah diakui secara hukum.

Padahal menjamin dan melindungi wilayah masyarakat adat dan kawasan konservasi akan membantu Indonesia mencapai target 30x30 atau perlindungan 30 persen area keanekaragaman hayati di daratan dan lautan pada 2030.

Baca juga: BRIN tegaskan komitmen dukung Delegasi RI pada COP-16 CBD Kolombia

Menurut data terbaru dari Working Group on Indigenous and Local Communities-Conserved Areas and Territories Indonesia (WGII) terdapat lebih dari 22 juta hektare lahan yang masyarakat Indonesia kelola dan lindungi dengan pengetahuan tradisional, yang dapat berkontribusi untuk mencapai tujuan konservasi Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global atau Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KM GBF).

Dalam kesempatan yang sama, Cindy Julianty dari WGII menyatakan dalam kesempatan COP16 yang diadakan di Cali, Kolombia, masyarakat adat mendorong negara-negara yang hadir untuk memberikan pengakuan atas kontribusi masyarakat adat untuk menjaga keanekaragaman hayati dunia serta pendirian badan permanen untuk pengetahuan lokal, inovasi, dan praktik-praktik tradisional dalam perlindungan keanekaragaman hayati.

Baca juga: Luas kawasan hutan yang dikelola masyarakat meningkat
Baca juga: Indonesia perkuat kerangka kerja dukung Konvensi Keanekaragaman Hayati


"Inovasi dan praktik dilakukan oleh masyarakat adat dan komunitas dalam pemanfaatan dan perlindungan sumber daya genetik. Pasca-komitmen KM-GBF, adanya kerangka kerja dan pembentukan Subsidiary Body dapat memastikan terukur dan terjaminnya dimensi keadilan dan sosial dari implementasi KM-GBF," jelas Cindy.

Tidak hanya itu, organisasi masyarakat sipil Indonesia juga menyerukan pembentukan mekanisme pendanaan langsung untuk mendukung masyarakat adat, nelayan, dan petani skala kecil serta masyarakat lokal.

"Kita memerlukan sistem pendanaan yang transparan dan akuntabel, yang dapat diakses langsung oleh masyarakat adat untuk melanjutkan pekerjaan konservasi penting kami," kata Juru Bicara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Eustobio Rero Renggi, yang juga hadir pada COP16 CBD yang berlangsung mulai 21 Oktober hingga 1 November 2024.

Baca juga: 196 negara hadiri KTT COP16 keanekaragaman hayati PBB di Kolombia

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024