"Kami bertahan karena mempertahankan kualitas racikan kopi kami turun-temurun, hingga sekarang generasi kelima," kata Rudy Widjaja, pemilik Warung Tinggi, di tokonya, Jl. Sekolah Tangki No. 26, Jakarta Barat, Selasa (1/7).
Rudy Widjaja (Liauw Hioeng Yan) adalah generasi keempat dari dari Liauw Tek Soen, pendiri awal Warung Tinggi. Sekarang pimpinan Warung Tinggi dipegang oleh anak Rudy, Angelica Widjaja.
Warung yang meraih gelar sebagai merek tertua di Indonesia, Indonesia Living Legend Brands tahun 2013 dari Majalah Bisnis SWA ini bentuknya seperti ruko yang ketika masuk ke dalamnya aroma kopi yang khas langsung terasa.
Ada dua meja dan beberapa kursi di sana. Ada pula lemari sebagai display khusus produk kopi luwak yang dijual dengan harga hingga Rp3.000.000 per kilogram.
"Saya hanya mengolah biji kopi luwak yang berkualitas baik, yang berasal dari luwak yang hidup liar di hutan," ujar Rudy.
Sesekali suara mesin penggiling kopi menguasai ruangan mengolah pesanan untuk pelanggan. Menarik pula melihat mereka masih menggunakan timbangan tua buatan Belanda.
"Usianya itu sekitar 100 tahun," tambahnya sambil tersenyum.
Kopi yang dijual di sini merupakan racikan dari 200 jenis kopi dari seluruh Indonesia dari Aceh sampai Wamena. Kemudian dihasilkanlah lima jenis bubuk kopi yang dinamakan rajabica, arabica spesial, arabica super, arabica extra, dan robusta.
"Untuk menghasilkan bubuk kopi berkualitas ini, setiap teknik pengolahan dari biji kopi sampai menjadi bisa diminum harus sangat diperhatikan," jelas Rudy dengan mimik serius.
Maksud Rudy dari proses itu adalah pemilihan biji kopi, kemudian disangrai, digiling, sampai diseduh untuk siap diminum.
"Tekniknya tidak berubah dari yang dahulu. Karena berbeda sedikit saja akan mempengaruhi rasa kopi dan konsumen bisa 'complain'," ujar dia sembari tertawa.
Kopi tubruk
Kopi tubruk merupakan produk unggulan kedai kopi Warung Tinggi. Ini merupakan produk klasik yang sudah ada sejak toko ini berdiri tahun 1878.
"Nama tubruk itu dulunya berasal dari kata 'tumbuk', karena biji kopi dihaluskan dengan ditumbuk, belum ada mesin penggiling seperti sekarang," jelas pria yang menjabat sebagai Ketua RW di lingkungannya itu.
Ada lagi yang unik. Di tempat ini tersedia biji kopi yang dinamakan jantan, betina, dan excellent.
Siapa lagi yang menemukan inovasi itu kalau bukan Rudy. "Jantan adalah buah kopi yang berbiji satu, betina berbiji dua, dan excellent adalah perpaduan keduanya," jelas dia.
Dia menambahkan kopi jantan cocok diminum laki-laki karena bisa meningkatkan vitalitas, sedangkan kopi betina kuat dari segi aroma.
"Aroma kopi itu penting karena sangat khas. Selain rasa kopi yang bisa pahit, manis, sepat, bahkan agak asam," imbuh dia.
Harga kopi bubuk di sini berkisar antara Rp120.000- Rp170.000 per kilogram. Sementara kopi luwak mencapai Rp.3.000.000 per kilogramnya.
Untuk produk kopi yang sudah diseduh harganya berkisar antara Rp25.000 sampai Rp100.000 per cangkir, tergantung jenis bubuk kopinya.
Keberadaan Warung Tinggi ini mendapatkan apresiasi dari para pecandu kopi.
Ketua Komunitas Pencinta Kopi Noesantara (Kopi Koe) Budi Riyanto mengatakan walau menyandang status sebagai warung kopi tertua, Warung Tinggi adalah tempat yang menyenangkan untuk menyeruput kopi.
"Kopi Arabicanya 'asyik' dan teman-teman dari komunitas yang pernah ke sana pasti memberikan nilai positif untuk kekhasannya," kata laki-laki yang menjabat ketua Kopi Koe sejak 2011 itu.
Anggota Kopi Koe yang lain, Awan, menambahkan Warung Tinggi bukan lagi tentang rasa kopi, tapi juga gaya hidup.
"Dengan menjaga kualitas dan kekhasan resep kopi secara turun temurun, warung ini bukan lagi sekadar warung kopi, tetapi sudah menjadi gaya hidup Jakarta, khususnya Hayam Wuruk (tempat pertama warung berdiri)," kata dia.
Warung Tinggi ini sendiri awalnya berada di kawasan Jalan Hayam Wuruk. Disebut 'tinggi' karena pada masa itu gedung ini agak lebih tinggi dari tempat lain di sekitarnya.
Awalnya selain menjual kopi, warung ini juga berperan sebagai toko kelontong tempat menjual barang keperluan keluarga sehari-hari.
Sekarang Warung Tinggi terbagi di tiga tempat. Selain di Jakarta Barat, ada pula kantor pusat di Jalan Batu Jajar 35B, Jakpus. Kemudian ada kafe di lantai lima Mal Grand Indonesia.
"Baru saya buka sekitar empat bulan. Selain kopi, di sana juga ada makanan tradisional seperti kue cubit, ongol-ongol, martabak, dan sebagainya," katanya.
Tanggapan pengunjung juga cukup positif tentang Warung Tinggi ini.
Budi, pengunjung Warung Tinggi di Grand Indonesia, mengatakan sudah lama tahu tentang warung ini, namun dia baru sempat mencicipi hari ini.
"Kopi latte yang saya pesan enak, wangi, dan harganya relatif standar," kata dia.
Susi, yang menikmati es cappuccino juga menyatakan hal yang sama.
"Rasanya oke dan tidak mengecewakan. Lebih enak dari merek-merek kopi luar negeri yang menjamur saat ini," ujar dia.
Itulah Warung Tinggi, surga bagi para penikmat kopi.
Oleh Michael Teguh Adiputra Siahaan
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014