Bandarlampung (ANTARA News) - Sejak pemberlakuan Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diubah menjadi UU Nomor 25 Tahun 2003 sudah ada tujuh kasus yang divonis di pengadilan menggunakan UU tersebut, demikian pernyataan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Hussein.
"Ada juga transaksi yang kita lacak menyangkut pejabat dan orang-orang penting, termasuk di lingkungan militer," ujarnya kepada ANTARA di Bandarlampung.
Namun, ia menolak merinci adanya hasil pelacakan PPATK atau
Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (Intrac) terhadap kalangan pejabat tinggi setingkat menteri dan para petinggi di lingkungan penegak hukum yang juga memiliki
transaksi mencurigakan.
Menurut dia, PPATK telah menerima laporan transaksi keuangan yang mencurigakan
(Suspect Transaction Reports/STR) sebanyak 6.219 berkas hingga 30 September 2006, yang disampaikan oleh 159 pelapor lembaga Penyedia Jasa Keuangan (PJK).
Ia merinci, pelapor yang menyampaikan transaksi mencurigakan ke PPATK adalah lembaga bank sebanyak 115 laporan dengan 5.991 berkas transaksi, lembaga non-bank sebanyak 44 pelapor dengan 228 berkas transaksi, yaitu perusahaan efek (12 perusahaan) dengan 40 laporan transaksi mencurigakan.
PPATK juga menerima laporan dari 12 pedagang valas dengan 27 berkas transaksi yang dilaporkan, kemudian satu lembaga dana pensiun dengan satu berkas transaksi, tujuh lembaga pembiayaan dengan 89 berkas transaksi, satu manajer investasi dengan satu berkas transaksi, dan 11 perusahaan asurani dengan 70 berkas transaksi dilaporkan.
Berdasarkan laporan tersebut, menurut dia, jumlah kasus atau hasil analisa PPATK yang disampaikan kepada penegak hukum adalah 416 kasus atau hasil analisa, yaitu 411 kasus disampaikan ke polisi merupakan hasil analisa dari 601 transaksi mencurigakan yang dilaporkan ke PPATK, dan lima kasus disampaikan ke kejaksaan merupakan hasil
analisa dari 14 transaksi mencurigakan.
Ia juga menyebutkan, terdapat 11 kasus telah pula disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagian diantaranya telah disidangkan dan masih dalam
proses.
"Tujuh di antara kasus itu telah diputus di pengadilan secara murni menggunakan dasar UU Anti Pencucian Uang, diantaranya satu kasus di Medan, dan tiga kasus di Jakarta Selatan, dua kasus Jakarta Pusat serta satu kasus di Jawa Tengah," kata Yunus.
Menurut dia, tidak menjadi masalah penanganan kasus transaksi mencurigakan diduga hasil pencucian uang itu menggunakan UU Pencucian Uang atau UU yang lain, asalkan proses pidana dan penegakan hukum dapat ditegakkan.
Dia juga mengemukakan, semestinya penegakan hukum, seperti itu juga berlaku bagi semua kalangan termasuk para pejabat tinggi negara, pimpinan partai politik, pengusaha, petinggi militer maupun kepolisian, serta pimpinan jajaran penegak hukum yang terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang.
"Ketegasan penindakan hukum itu menjadi sangat penting untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa benar bangsa kita serius menangani pencucian uang yang merupakan bagian dari praktik korupsi tersebut, siapa pun pelakunya, tanpa pandang bulu harus
menghadapi proses hukum yang sama," kata Yunus Hussein menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006