Jakarta (ANTARA) - Indonesia menyatakan keinginan untuk bergabung dengan blok ekonomi BRICS sebagai pengejawantahan politik luar negeri nasional yang berdasar nilai bebas aktif.

Hal itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri RI Sugiono saat menghadiri undangan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus di Kazan, Rusia, Kamis (24/10).

“(Bergabungnya RI ke BRICS) bukan berarti kita ikut kubu tertentu, melainkan kita berpartisipasi aktif di semua forum,” tegas Sugiono.

BRICS merupakan organisasi antar-pemerintah sebagai forum kerja sama di antara negara berkembang. Pembentukan BRICS sendiri diprakarsai oleh Rusia.

Sejarah pembentukan BRICS

Istilah BRICS merupakan akronim dari Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan sebagai negara anggota sekaligus penggagasnya.

Sebelumnya, BRICS awalnya bernama "BRIC" yang pertama kali diperkenalkan oleh ekonom Goldman Sachs Jim O'Neill dalam penelitian bertajuk “Building Better Global Economic BRICs” yang dirilis tahun 2001.

Dalam penelitian itu, Jim O'Neill mengambarkan empat negara berkembang yakni Brasil, Rusia, India, China, jika pertumbuhannya dipertahankan dapat mendominasi ekonomi global.

Para pemimpin negara Brasil, Rusia, India dan Cina pertama kali bertemu secara informal di sela-sela KTT G8 Outreach di St Petersburg, Rusia, pada bulan Juli 2006.

Tidak lama setelah itu, pada September 2006, Pertemuan Tingkat Menteri BRICS pertama diadakan atas usulan Presiden Rusia Vladimir Putin di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB.

Pada 16 Juni 2009, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRIC pertama kali diadakan di Yekaterinburg, Rusia. Pada KTT BRIC pertama, para pemimpin BRIC mengeluarkan pernyataan bersama melalui sebuah dokumen.

Dalam dokumen tersebut menetapkan tujuan BRIC untuk mempromosikan dialog dan kerja sama di antara negara-negara kami dengan cara yang bertahap, proaktif, pragmatis, terbuka, dan transparan.

Dialog dan kerja sama negara-negara BRIC tidak hanya kondusif untuk melayani kepentingan bersama negara-negara berkembang, tetapi juga untuk membangun dunia yang harmonis dengan perdamaian abadi dan kemakmuran bersama. Dokumen itu menguraikan persepsi bersama tentang cara-cara untuk mengatasi krisis keuangan dan ekonomi global.

Kemudian, pada 2010 Afrika Selatan diterima sebagai anggota penuh pada pertemuan Menteri Luar Negeri BRIC di New York. Kelompok BRIC berganti nama menjadi BRICS (Brazil, Rusia, India, Cina, Afrika Selatan). Afrika Selatan menghadiri KTT BRICS ke-3 di Sanya, Cina pada 14 April 2011.

Adapun setiap tahun BRICS membahas isu-isu penting di bawah tiga pilar, yakni kerja sama politik dan keamanan, kerja sama keuangan dan ekonomi, serta kerja sama budaya dan antarmasyarakat.

Anggota BRICS

Saat ini, anggota BRICS telah mencakup 10 negara, terhitung pada 1 Januari 2024 lalu 5 negara resmi bergabung sebagai anggota penuh. Adapun kini anggota resmi BRICS, meliputi Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Selain itu, BRICS juga menjalin hubungan antara negara sebagai mitra BRICS. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-16 BRICS, telah resmi menambahkan 13 negara baru ke dalam aliansi sebagai negara mitra (bukan anggota penuh). Melansir media Sosial X dari @BRICSInfo, berikut 13 negara mitra BRICS: Aljazair, Belarus, Bolivia, Cuba, Indonesia, Kazakhstan, Malaysia, Nigeria, Thailand, Turki, Uganda, Uzbekistan, dan Vietnam.

Baca juga: Presiden China dorong "BRICS Plus" upayakan keamanan dan pembangunan bersama, keharmonisan antarperadaban

Baca juga: RI nyatakan keinginan gabung ke BRICS, wujudkan diplomasi bebas aktif

Pewarta: Sri Dewi Larasati
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024