Anda maunya apa? Anda ingin meraih sukses di Piala Dunia atau anda ingin kami terjungkal di babak knock-out justru dengan memainkan gaya sepak bola indah
Jakarta (ANTARA News) - Lolos dari mitos Gijon pada 1982, Jerman akhirnya membalaskan bara dendam masa lalu yang menyakitkan dengan mengalahkan Aljazair 2-1 untuk melaju ke perempat final Piala Dunia 2014.
Gijon membawa membawa memori pahit bagi Jerman Barat. Dia Lakhdar Belloumi yang mencetak gol kemenangan bagi Aljazair dengan menjebol gawang Jerman Barat yang dijaga oleh Schumacher. Drama itu terjadi di El Molinon Stadium in Gijon.
Kemenangan itu lantas diberi komentar sebagai "hal yang memalukan dan memilukan" bagi pelatih Jerman Barat, Jupp Derwall.
Sebelumnya pelatih gaek itu sudah meretas mitos dengan menyatakan, jika saja ia kalah dari Aljazair maka ia "orang pertama yang pulang kampung dengan kereta api yang pertama."
Ternyata, alam semesta mendengar apa yang diniatkan oleh Derwall itu. Gol pertama Aljazair dicetak Belloumi yang membuat 3.000 pendukung setia Aljazair melantunkan tembang kemudian menari di stadion.
Acungan jempol juga diberikan kepada penampilan penjaga gawang Aljazair Cerbah yang melakukan sejumlah aksi penyelamatan utamanya dari serangan bertubi-tubi yang dimotori oleh pemain terbaik Eropa Karl Heinz Rummenige.
Gol balasan Jerman dilesakkan oleh Rummenige pada menit ke-67 setelah menerima umpan dari Felix Magath. Pendukung Jerman Barat bersorak riang. Kegembiraan tidak berlangsung lama. Dengan berlari kencang, pemain Aljazair Assad mampu melewati dua pemain belakang Jerman, kemudian ia mengirim umpan kepada Belloumi.
Belloumi yang waktu itu masih berusia 22 tahun mencetak gol kemenangan bagi Aljazair. Setelah pertandingan, pencetak gol kemenangan bagi Aljazair itu mengatakan, "(Gol) ini saya persembahkan kepada seluruh rakyat Aljazair, yang tahun ini merayakan hari ulang tahun kemerdekaan yang ke-20 lepas dari penjajahan Prancis."
Aljazair juga pernah mengalahkan Jerman Barat dalam laga persahabatan yang digelar di Algiers pada Januari 1964. Waktu itu, pasukan Aljazair menundukkan Jerman Barat dengan gol semata wayang.
Kalau mitos selalu berdasarkan kepada kata-kata (dicta) dan tindakan (gesta), maka Herr Derwall seakan menggenapi kredo dasar dari mitos.
Karena ia telah berkata-kata dan alam semesta mendengar kemudian mengabulkannya, maka Jerman menuai kekalahan. "Saya masih tidak percaya bahwa kami kalah dari Aljazair. Mereka bermain dengan brilyan, menunggu kemudian melancarkan serangan balik yang cepat," katanya.
Tulah dari drama Gijon pada 1982 itu justru tidak terjadi pada Piala Dunia 2014. Jerman di bawah arahan pelatih Loew mampu mengalahkan Aljazair kemudian melenggang ke perempat final ajang pesta empat tahunan itu.
Bukan mitos, setelah menjadi juara tahun 1954, Tim Panzer tidak pernah absen dari babak akhir turnamen empat tahunan dengan selalu menembus delapan besar atau perempat final.
Setelah menjadi jawara pada 1954, Jerman mampu tambil konstan di setiap gelaran Piala Dunia. Dari hitungan 14 kali penampilan Jerman, toh mereka finis sebagai juara dua kali, runner-up empat kali, dan sisanya terhenti di babak delapan besar.
Jerman akan ditantang Prancis. Belum-belum, pasukan asuhan pelatih Les Bleus, Deschamps sudah berkacak pinggang penuh yakin dapat mengalahkan Jerman.
Tim berjuluk skuad "Ayam Jantan" itu menang 2-0 atas Nigeria di babak 16 besar. Komposisi pemain Prancis kali ini lebih banyak diisi skuad berusia muda, tidak heran bila penampilan mereka lebih menawan. Contoh aktualnya, ketika Antoine Griezmann dimasukkan untuk menggantikan Olivier Giroud pada menit ke-62.
Kekuatan besar Prancis terletak kepada makin bervariasinya skema serangan dan skema penguasaan ruang permainan.
Selama turnamen ini berlangsung, tampak bahwa skuad asuhan Deschamps ini mampu melakukan rotasi pemain secara mulus dengan mengerahkan empat pemain pilar, yakni Karim Benzema dan Mathieu Valbuena yang kerapkali diturunkan sebagai starter, dengan Olivier Giroud atau Antoine Griezmann berperan sebagai aktor utama di lini tengah.
Griezmann bukan tidak mungkin kembali diturunkan dalam starting XI melawan Jerman. Ia juga punya kemampuan dalam penguasaan bola, kecepatan dan kejelian mencari ruang gerak. Selain itu, ia memiliki kemampuan oke baik dalam bertahan maupun menyerang.
Serangan Prancis makin menusuk lini pertahanan Jerman, bila Paul Pogba diturunkan. Pemain muda bertalenta ini akan bahu membahu bersama Blaise Matuidi.
Trio Griezmann-Valbuena-Benzema telah berkontribusi dalam empat gol dan 28 operan kunci dalam empat laga, sebagaimana dicatat oleh Whoscored.com. Deschamps sendiri sudah memastikan, menurut pemberitaan BBC, bahwa akan memberi peran krusial kepada pemain Real Sociedad itu.
Bagaimana dengan Jerman? Melawan Aljazair, skuad asuhan Loew kerap kedodoran di lini pertahanan. Empat bek kerapkali pontang-panting mengantisipasi operan-operan langsung ke jantung pertahanan, bahkan mereka tidak jarang terlambat mengantisipasi pergerakan lawan. Penampilan Manuel Neuer di bawah mistar gawang selama ini tidak mengecewakan.
Serangan Prancis bakal menjadi-jadi bila duet Per Mertesacker dan Jerome Boateng tidak solid menjaga lini pertahanan. Kelemahan ini dapat tertutup dengan penampilan Neuer cemerlang di bawah mistar gawang.
Laga Prancis melawan Jerman pada akhirnya merujuk dalam salah satu nukilan mitos Yunani kuno klasik mengenai Perang Para Dewa. Pada awalnya, dunia belum ada dewa. Yang ada hanyalah Khaos, yaitu kekosongan. sebuah jurang yang dalam dan gelap.
Dari ketiadaan itu tiba-tiba muncul Gea, yaitu Ibu Bumi, muncul pula Tartarus, yaitu neraka dengan huruf besar. Lalu Malam dan Erebus, yaitu Kegelapan yang pertama, dan pada akhirnya muncul pula Eros, yaitu Eros, yaitu sang Cinta.
Apakah duel antara Prancis melawan Jerman kali ini akan melahirkan sang pemenang yang berasal dari negeri Cinta, negeri Amor?
Sementara, Gea dan Uranus bersatu, lahirlah dua belas raksasa, namanya Titan, enam laki-laki, enam perempuan. Dari sini muncullan persaingan di antara mereka yang berubah menjadi kebencian, dan kebencian berubah menjadi pertentangan terbuka.
Tim yang bakal kalah dalam laga perempat final Piala Dunia 2014, boleh jadi tim atau anggota tim yang meluapkan kemarahan dan kebencian kepada lawan.
Situasi semakin runyam karena amarah membuncah jelang laga Prancis melawan Jerman , manakala bek tengah Per Mertesacker naik pitam dengan menunjukkan reaksi emosional ketika menjawab pertanyaan wartawan ZDF soal penampilan Jerman yang "kelewat lembek dan rapuh" ketika melawan Aljazair.
"Saya tidak bakal ceroboh, toh kami sudah berada di babak delapan besar, dan saatnya sudah dekat," kata Mertesacker yang kini memperkuat lini pertahanan Arsenal. "Apakah anda beranggapan bahwa penampilan kami (Jerman) di babak 16 besar kali lalu itu layaknya tontonan sirkus atau apa?"
Mertesacker melontarkan pernyataan itu ketika menjawab pertanyaan soal penampilan Jerman yang tidak seapik timnas Jerman pada 2010 lalu.
"Anda maunya apa? Anda ingin meraih sukses di Piala Dunia atau anda ingin kami terjungkal di babak knock-out justru dengan memainkan gaya sepak bola indah," katanya menegaskan.
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2014