Jakarta (ANTARA) - Direktur Nusantara Youth Circle, Rahmat Ramli mengapresiasi langkah Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengikuti keputusan pengadilan sidang kode etik dan profesi berupa penetapan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Pama Yanma Polda NTT, Ipda Rudy Soik.
Setelah mengetahui semua latar belakang penetapan PTDH terhadap perwira Polda NTT Ipda Rudy Soik, Rahmat Ramli menyatakan bahwa pihaknya harus mengapresiasi ketegasan Kapolda NTT menjalankan putusan pengadilan Sidang Kode Etik dan Profesi Bid Propam Polda NTT.
"Keputusannya sudah tepat," kata Rahmat Ramli dalam keterangannya di Jakarta, Jumat
Selama ini, lanjut dia, dengan viralnya video pernyataan kasus pemberhentiannya di media sosial, Rudy Soik mendapat banyak simpati dari publik karena video yang viral hanya menyebutkan penyebab dirinya dipecat karena memasang garis polisi saat pengungkapan kasus BBM bersubsidi yang sedang ditangani.
"Publik yang terlanjur simpati tidak tahu di balik pemecatan Rudy Soik ada banyak pelanggaran etika dan profesi yang sudah tidak bisa ditolerir," kata Ali, sapaan Rahmat Ramli.
Baca juga: Propam Polda NTT jelaskan proses sidang KKEP Rudy Soik berujung PTDH
Selain itu, ada 12 laporan masyarakat bahwa yang bersangkutan pernah tertangkap tangan saat berada di tempat hiburan di Kupang setelah melakukan penertiban BBM ilegal. "Itu terjadi saat jam dinas," katanya.
Ali menduga simpati publik yang mengalir kepada Rudy Soik tidak lepas dari kepiawaiannya memanfaatkan media sosial dengan narasi seolah-olah dirinya menjadi korban konspirasi atasannya di Polda NTT.
"Kita harus diakui Rudy Soik pintar memanfaatkan media sosial, dugaan saya oknum perwira di Polda NTT sedang 'playing victim' dan itu berhasil membuat masyarakat bersimpati. Pandai memanfaatkan celah," katanya.
Namun, kata dia, dengan keterbukaan informasi sekarang ini tidak ada yang bisa ditutup rapat, masyarakat akhirnya tahu alasan sebenarnya dibalik pemecatan Rudy Soik.
"Apalagi masyarakat yang pernah menjadi korban Rudy Soik berani bicara di media sosial. Bukan tidak mungkin akan semakin banyak masyarakat yang mau berbicara terbuka," katanya.
Baca juga: Massa pendukung Rudy Soik padati ruang sidang
Sekali lagi atas ketegasan ini, pihaknya apresiasi langkah Kapolda NTT memecat Rudy Soik yang memang sudah tidak memenuhi menjadi seorang polisi.
Rudy Soik telah menjalani sidang Kode Etik Profesi Polri (KKEP) pada 10 Oktober 2024. Setelah melalui proses persidangan, pada 11 Oktober 2024, Ipda Rudy dijatuhi sanksi PTDH.
Atas sanksi tersebut, Ipda Rudy mengajukan banding kepada Polda NTT.
Adapun pelanggaran disiplin dan pelanggaran kode etik profesi Polri yang menjerat Rudy Soik meliputi beberapa kasus lainnya, seperti pencemaran nama baik anggota Polri, meninggalkan tempat tugas tanpa izin dan ketidakprofesionalan dalam penyelidikan BBM bersubsidi.
Baca juga: Vox Point Indonesia minta pemecatan Rudy Soik dikaji ulang
Direktur Lembaga Kajian Strategis Polri (Lemkapi) Edi Hasibuan menilai bahwa Polda NTT memiliki alasan kuat untuk menjatuhkan putusan PTDH kepada Rudy Soik.
"Kami berpandangan, Polda NTT berani memberikan putusan karena sudah melalui proses yang panjang dan lalu menetapkan PTDH,” kata Edi di Jakarta, Senin (21/10).
Menurut Edi, apabila Ipda Rudy merasa diperlakukan tidak adil terkait putusan tersebut, seharusnya melakukan banding atas putusan Komisi Sidang Etik Polda NTT yang sudah menetapkan pemecatan.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024