Amsterdam (ANTARA News) - Beberapa perusahaan IT dan telekomunikasi dikabarkan telah bergabung dalam upaya mempercepat akses Internet melalui kabel telepon biasa sehingga mampu menyamai kemampuan kabel serat optik. "(Teknologi) ini akan memudahkan para penyedia jasa telekomunikasi memberikan akses Internet berkecepatan tinggi dengan harga murah... ketimbang mengganti semua kabel tembaga dengan serat optik di tempat pelanggan," ungkap Zvika Weinshtock, seorang eksekutif ECI Telecom, produsen peralatan telekomunikasi Israel, kepada kantor berita Reuters. Teknologi baru yang diberi nama Dynamic Spectrum Management (DSM) menjanjikan kecepatan setara serat optik dan jauh lebih cepat daripada layanan DSL yang tersedia saat ini. Para operator telekomunikasi di Eropa dan AS telah menanamkan puluhan milyar dolar untuk meningkatkan kecepatan dan memperluas jangkauan serat optik mereka hingga ke kompleks-kompleks perumahan. Deutsche Telekom, misalnya, berencana merentang jaringan serat optiknya langsung ke konsumen, meski harus mengeluarkan ongkos tambahan sebesar 1.000-1.500 euro per pelanggan. Sementara di AS, Verizon akan mengucurkan 22,9 milyar dolar untuk membangun jaringan serat optik yang baru ke lokasi-lokasi bisnis dan perumahan. Peningkatan kecepatan juga diperlukan mengingat VDSL2, teknologi pita-lebar mutakhir, dirasakan masih belum mumpuni dalam menjawab kebutuhan konsumen terhadap layanan televisi dan video via Internet. Para perusahaan yang bergabung tersebut membentuk sebuah konsorsium untuk mengembangkan teknologi baru itu agar dapat digunakan pada infrastruktur kabel tembaga. "DSM diharapkan berdampak signifikan terhadap pasar, karena industri DSL kini tengah mencari solusi di luar VSDL2 yang dapat mempercepat akses di sisi pelanggan," kata konsorsium itu dalam pernyataannya. Konsorsium yang dipimpin oleh ECI Telecom itu beranggotakan Telefonica dari Spanyol dan beberapa operator telekomunikasi dan perusahaan IT dari Israel seperti Bezeq, Actelis, RIT Technologies dan Amethist. Konsorsium juga menyertakan para peneliti dari Universitas Ber Ilan dan Universitas Tel Aviv. Sebagian dana proyek akan dibiayai oleh pemerintah Israel. (*)

Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2006