Banda Aceh (ANTARA) - Dekan Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP) Universitas Syiah Kuala (USK) Prof Dr Ir Muchlisin ZA MSc menyebut pengembangan sektor perikanan di Provinsi Aceh harus fokus pada peningkatan nilai tambah dengan menghasilkan berbagai produk-produk turunan dalam upaya mendongkrak pendapatan ekonomi.

Prof Muchlisin mengatakan perairan Aceh memiliki sumber daya perikanan tangkap yang cukup besar. Namun, saat ini yang baru dimanfaatkan hasil tangkapan hanya sekitar 50 persen dari potensi yang ada.

“Yang 50 persen dimanfaatkan ini juga masih dalam bentuk mentah. Maka sekarang ini fokus kita bagaimana meningkatkan nilai tambah dari produk perikanan ini, di samping terus meningkatkan hasil tangkapan,” katanya di Banda Aceh, Kamis.

Hal ini disampaikan Prof Muchlisin di sela-sela penyelenggaraan International Conference on Fisheries and Environmental Sciences (ICFAES) 2024 oleh FKP yang menghadirkan pakar-pakar dunia yang membahas tentang kelautan dan perikanan menuju ekonomi biru (blue economy).

Beberapa waktu lalu, hasil penelitian akademisi Fakultas Kelautan dan Perikanan USK Prof Dr Nur Fadli SPi MSc memaparkan perairan laut Aceh masuk dalam wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 571 dan 572 dengan potensi sumber daya perikanan sebesar 423,41 ribu ton per tahun.

Data produksi Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh tahun 2021 tercatat, produksi perikanan tangkap di provinsi berjulukan Tanah Rencong itu sebanyak 283 ribu ton per tahun.

Oleh karenanya, Prof Muchlisin menilai, sudah saatnya Aceh mengoptimalkan hilirisasi sektor perikanan dengan menghasilkan berbagai produk turunan sehingga memberi peningkatan nilai tambah secara ekonomis.

Selama ini, kata dia, sudah ada usaha rumah tangga di Aceh yang memproduksi produk turunan seperti ikan kayu, meskipun masih secara tradisional. Tentunya, tidak hanya ikan kayu, masih banyak jenis produk turunan yang lain yang bisa dikembangkan.

“Seperti ikan kayu ini, coba kita masuk di bidang teknologi, bagaimana kualitas dari ikan kayu bisa lebih baik, tahan lama, kemudian bisa juga dengan bermacam-macam rasa, itu salah satu contoh,” katanya.

FKP, menurut Prof Muchlisin, juga telah memiliki rencana jangka jangka panjang untuk membuka jurusan baru yaitu prodi (program studi) pengolahan industri hasil perikanan. Direncanakan, penerimaan mahasiswa baru dimulai pada tahun depan.

“Kita berharap dengan ada prodi itu bisa terus memperkuat lagi industri kecil, terutama industri rumah tanggap untuk bisa turut serta menambah nilai tambah dari produk mentah, sehingga nilainya bisa lebih baik, disamping kita meningkatkan hasil tangkapan,” ujarnya.

Di sisi lain, Prof Muchlisin juga mengingatkan agar nelayan tetap memperhatikan kelestarian ekosistem laut. Nelayan harus menghindari penggunaan alat tangkap yang merusak ekosistem laut, seperti pukat harimau, bom ikan, racun dan lainnya.

“Memang (penggunaan alat) ini sudah jauh berkurang daripada sebelum-sebelumnya. Selain itu, kita juga mendorong dan memperbanyak kawasan konservasi, mangrove, terumbu karang dan sebagainya, karena ini kawasan yang penting untuk ikan berkembang biak,” ujarnya.

Baca juga: USK gelar konferensi internasional bahas perikanan era ekonomi biru
Baca juga: BI kembangkan ekosistem perikanan lewat teknologi rumpon ijuk dari UTU
Baca juga: Dibantu Jepang, KKP resmi bangun pelabuhan perikanan terpadu di Sabang

 

Pewarta: Khalis Surry
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024