Jakarta (ANTARA) - Saat ini dunia menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia, memiliki tanggung jawab besar dalam upaya global untuk mengurangi emisi karbon dan melestarikan sumber daya alamnya.
Salah satu inisiatif yang memberikan harapan bagi masa depan pembangunan berkelanjutan di Indonesia adalah program BioCarbon Fund Initiative for Sustainable Forest Landscapes (BioCF-ISFL) yang diimplementasikan di Jambi.
BioCF-ISFL merupakan salah satu program dari Bank Dunia yang bertujuan untuk mendukung pengelolaan lahan hutan secara berkelanjutan dengan pendekatan yang holistik.
Program ini tidak hanya bertujuan untuk mengurangi deforestasi dan degradasi lahan, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan.
Inilah mengapa program ini sangat relevan dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Jambi dipilih sebagai lokasi pelaksanaan program karena provinsi ini memiliki kekayaan hutan yang menjadi salah satu penopang utama ekosistem Sumatera.
Namun, lahan di provinsi ini juga menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca (GRK) akibat deforestasi dan degradasi hutan.
Melalui program ini, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi sebanyak mungkin, sebuah langkah yang tidak hanya berdampak pada lingkungan lokal tetapi juga global.
Fase Pelaksanaan
Pelaksanaan proyek ini dibagi dalam beberapa fase, dengan fase pra-investasi yang berlangsung pada 2021--2025 menjadi langkah awal penting.
Dalam fase ini, dilakukan berbagai intervensi penting untuk memperkuat kelembagaan dan kebijakan terkait pengelolaan lahan berkelanjutan.
Tujuannya jelas, yakni untuk mendorong perubahan pada tingkat kebijakan dan penerapan di lapangan agar lebih selaras dengan upaya pengurangan emisi.
Salah satu indikator keberhasilan program ini adalah luas lahan yang dikelola secara berkelanjutan.
Pada semester pertama 2024, tercatat 268.630 hektare lahan di Jambi sudah dikelola dengan pendekatan yang berorientasi pada pengurangan emisi.
Meski angka ini belum mencapai target akhir 2025, pencapaian ini menunjukkan bahwa upaya pengelolaan lanskap di Provinsi Jambi sudah berada di jalur yang benar.
Pengelolaan ini mencakup reboisasi, restorasi lahan, serta pengelolaan hutan secara berkelanjutan yang melibatkan berbagai pihak, termasuk sektor swasta.
Namun, pelaksanaan proyek ini bukan tanpa tantangan. Masalah tenurial, konflik penggunaan lahan, serta kebakaran hutan masih menjadi tantangan yang perlu diatasi.
Salah satu solusi yang diusulkan dalam laporan adalah penerapan kerangka pengaman sosial dan lingkungan, serta mekanisme resolusi konflik yang berbasis peta.
Langkah-langkah ini, meskipun kompleks, diharapkan mampu meredakan konflik kepemilikan lahan yang kerap menjadi sumber masalah deforestasi.
Di sisi lain, program ini juga harus memastikan bahwa mekanisme pembagian manfaat (benefit sharing plan) berjalan dengan baik.
Melalui mekanisme ini, Pemerintah berusaha memastikan bahwa manfaat dari pengurangan emisi tidak hanya dirasakan oleh Pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat lokal yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Partisipasi aktif dari masyarakat sekitar hutan dan kawasan konservasi menjadi kunci keberhasilan program ini.
Satu hal yang patut diapresiasi dari pelaksanaan proyek ini adalah keterlibatan sektor swasta dalam penerapan praktik pengelolaan lahan yang lebih berkelanjutan.
Pada semester I 2024, terdapat 11 perusahaan dari sektor perkebunan yang telah berkomitmen untuk mendukung program pengurangan emisi di Provinsi Jambi.
Kolaborasi antara Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat ini diharapkan dapat mempercepat tercapainya target pengurangan emisi di provinsi tersebut.
Tidak hanya itu, pemerintah juga mendorong perusahaan untuk memanfaatkan forum CSR (corporate social responsibility) sebagai wadah untuk berkontribusi terhadap program-program lingkungan yang berdampak pada pengurangan emisi.
Hal ini menciptakan simbiosis yang saling menguntungkan antara Pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.
Copyright © ANTARA 2024