Jakarta (ANTARA News) - Badan Pusat Statistik mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2014 mencapai 28,28 juta orang atau meningkat dibandingkan periode sama tahun lalu yang tercatat sejumlah 28,17 juta orang.
"Peningkatan ini terjadi karena ada pergeseran jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian, karena pengaruh iklim yang menyebabkan panen bergeser," kata Kepala BPS Suryamin di Jakarta, Selasa.
Suryamin menjelaskan meskipun terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin dibandingkan Maret 2013, namun jika dibandingkan pada periode September 2013 yang tercatat mencapai 28,6 juta orang, jumlah penduduk miskin relatif menurun.
Faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah penduduk miskin sejak September 2013, antara lain inflasi yang cenderung rendah yaitu 2,31 persen, adanya kenaikan upah buruh tani sebesar 4,52 persen dan upah buruh bangunan sebesar 2,08 persen.
Selain itu, penduduk miskin berkurang dalam tujuh bulan, karena pada periode September 2013-Maret 2014, harga eceran beberapa komoditas bahan pokok mengalami penurunan, seperti daging ayam ras, gula pasir, cabai merah serta telur ayam ras.
"Faktor lain berkurangnya penduduk miskin, karena adanya perbaikan penghasilan petani yang ditunjukkan oleh kenaikan nilai tukar petani sebesar 0,61 persen, yaitu dari 101,24 pada September 2013 menjadi 101,86 pada Maret 2014," kata Suryamin.
Ia menambahkan dari total penduduk miskin 28,28 juta orang tersebut, sebanyak 10,5 juta orang berada di daerah perkotaan dan sebesar 17,7 juta orang berada di daerah perdesaan.
"Jumlah penduduk miskin dari sejak 2010 cenderung landai, karena memang susah diturunkan, kecuali ada perlakuan khusus. Makanya, saat ini pemerintah tidak bisa melepas bansos, apalagi penduduk miskin banyak yang berpendidikan SD," katanya.
Saat ini, jumlah penduduk miskin terbanyak berada di Pulau Jawa, yaitu mencapai 15,5 juta orang, diikuti Sumatera 6,07 juta orang, Sulawesi 2,1 juta orang, Bali dan Nusa Tenggara 2 juta orang, serta Maluku dan Papua 1,5 juta orang.
Sedangkan, selama periode Maret 2013-Maret 2014, garis kemiskinan yang dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin, naik sebesar 11,45 persen atau dari Rp271.626 per kapita menjadi Rp302.732 per kapita.
"Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan yang mencakup perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan, hingga mencapai 73,54 persen," katanya.
Menurut Suryamin, komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan relatif sama di perkotaan maupun perdesaan yaitu beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, tempe dan tahu.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014