Jika terjadi krisis, maka mata uang safe haven dalam hal ini dolar AS akan kembali mengalami peningkatan permintaan
Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi bergerak menguat sebesar 80 poin menjadi Rp11.785 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp11.865 per dolar AS.
"Nilai tukar rupiah bergerak menguat setelah sempat mendatar. Ekspektasi penurunan inflasi Juni yang sedianya akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari ini menjadi salah satu faktor pendorong mata uang rupiah," kata Kepala Riset Trust Securiteis Reza Priyambada di Jakarta, Selasa.
Selain itu, lanjut dia, adanya harapan perbaikan pada neraca perdagangan Indonesia periode Mei juga menambah sentimen positif bagi mata uang domestik.
Kendati demikian, lanjut dia, penguatan rupiah masih dibayangi kemungkinan meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah sehingga permintaan terhadap mata uang safe heaven dapat kembali meningkat.
"Jika terjadi krisis, maka mata uang safe haven dalam hal ini dolar AS akan kembali mengalami peningkatan permintaan," katanya.
Kepala Riset monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa sentimen dari melambatnya aktivitas bisnis di Amerika Serikat periode Juni yang turun menjadi salah satu penekan bagi dolar AS terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah.
"Kondisi itu menunjukan bahwa pemulihan ekonomi terbesar di dunia tersebut berjalan lambat," katanya.
Data AS lainnya, lanjut dia, yakni penjualan rumah AS meningkat. Namun data tersebut gagal menopang kinerja dolar AS.
"Beberapa data AS yang dirilis bervarasi, menimbulkan keraguan terhadap kekuatan pemulihan ekonominya," katanya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014