Jakarta (ANTARA) - Tantangan yang dihadapi Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam mewujudkan ketahanan pangan sangat besar karena bertepatan dengan kondisi krisis pangan yang terjadi di beberapa negara.

Krisis pangan yang terjadi menuntut pentingnya pengembangan pertanian yang berkelanjutan. Penanganan penyakit tanaman hingga kondisi cuaca menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan. Pemanfaatan teknologi pertanian menjadi program yang tidak bisa lagi ditunda-tunda.

Teknologi yang diperkenalkan saat ini tidak hanya terbatas pada peralatan yang digunakan. Saat ini sudah diadopsi penggunaan traktor, bahkan sudah ada pesawat nirawak (drone) untuk memudahkan petani menanam dan melakukan panen sehingga biaya tenaga kerja bisa ditekan.
Petani tengah memeriksa tanaman untuk mengantisipasi sejak dini adanya penyakit. ANTARA/Dokumen Pribadi

Bersamaan dengan itu, ada satu persoalan lagi yang diakui bisa mengancam gagal panen, yakni serangan hama dan penyakit, serta terakhir akibat kondisi cuaca yang tidak menentu.

Soal penyakit tanaman ini juga diakui Adi Suryadi, petani asal Karawang, yang pernah mengalami gagal panen ketika menanam kacang panjang. Seluruh tanaman di atas lahan seluas 1,5 hektare ketika itu rusak diserang virus yang dibawa oleh serangga.

Beruntung Adi mendapat masukan dari penyuluh pertanian (sebagai perpanjangan tangan pemerintah atau negara) untuk mengambil langkah-langkah antisipasi agar ke depan budi daya tanaman yang ditekuni tidak mengalami hal serupa.

Belajar dari pengalaman tersebut lantas dilakukan langkah-langkah antisipasi agar kerugian besar tidak terulang kembali. Beberapa hal yang dilakukan, di antaranya adalah dengan melakukan pengolahan lahan dengan baik, pemupukan dan pengendalian hama melalui pengamatan tanaman setiap hari, hingga menggunakan benih unggul yang tahan terhadap penyakit, termasuk virus.

Teknologi perbenihan menjadi hal sangat penting untuk mewujudkan ketahanan pangan. Dengan memperbaiki sifat-sifat fisik dan genetik tanaman, maka dapat menciptakan benih yang tahan terhadap virus, tahan terhadap cuaca, tidak membutuhkan banyak air (irigasi), dan ekonomis penggunaan pupuk.

Dengan teknologi benih, petani bisa panen lebih banyak dari cara konvensional, kondisi tanah juga lebih terpelihara, serta yang terpenting biaya produksi bisa ditekan.


Antisipasi penyakit

Dalam diskusi bertajuk "Kesehatan Tanaman sebagai Faktor Kunci dalam Mendukung Ketahanan Pangan Negeri" yang digelar di IPB International Convention Center membahas cuaca ekstrem yang terjadi akhir-akhir menjadi penyebab munculnya berbagai penyakit pada tanaman.

Tentunya, kondisi ini menjadi ancaman serius terhadap upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional. Perlu langkah-langkah antisipasi mengingat anomali cuaca akan lebih sering dihadapi di masa depan yang diduga akibat pemanasan global.

Bahkan, Profesor Sri Hendrastuti Hidayat dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB University menyebut dalam berbagai kasus penyakit pada tanaman pertanian bisa mengakibatkan terjadinya krisis pangan.

Contohnya, penyakit yang menyerang tanaman kentang di Irlandia, penyakit bercak coklat pada tanaman padi di India, dan serangan virus pada tanaman singkong di Uganda. Kegagalan panen di sejumlah negara tersebut memicu bencana kemanusiaan akibat berkurangnya sumber makanan pokok.

Penyakit tanaman bersifat dinamis, di mana penyakit yang sebelumnya sudah aman-aman dan bisa dikendalikan, suatu saat bisa muncul kembali dan menimbulkan permasalahan.

Terkait hal itu, menurut Sri, sudah saatnya kita memiliki cara untuk melakukan mitigasi dan strategi penanganannya. Kecepatan dalam mengatasi gangguan kesehatan tanaman ini sangat penting karena berpotensi secara signifikan terhadap ketahanan pangan.

Sementara itu, menurut Bambang Budhianto dari Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia (MPPI), ancaman serangan hama dan penyakit berdampak langsung berupa kehilangan hasil panen.

Contohnya, kehilangan hasil panen tanaman hortikultura yang diakibatkan serangan hama berkisar 46 hingga 100 persen. Ancaman serangan hama dan penyakit inilah yang paling ditakuti petani.


Benih berkualitas

Penggunaan benih unggul berkualitas menjadi kunci untuk mencegah serangan penyakit pada tanaman. Persoalannya, pengembangan benih unggul yang dihasilkan dari proses pemuliaan tanaman dianggap kurang menguntungkan.

Padahal program pemuliaan tanaman ini memegang peranan penting untuk menciptakan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap kondisi lingkungan, tahan terhadap hama dan penyakit.
Benih berkualitas akan memberikan panen lebih banyak dan lebih ekonomis dari segi biaya produksi. ANTARA/Dokumen Pribadi

Program pemuliaan tanaman ini, bahkan dipelajari di perguruan tinggi, hanya saja peminatnya masih terbatas. Padahal lulusannya sangat dibutuhkan, apalagi di tengah-tengah upaya pemerintah mendorong ketahanan pangan.

Program pangan bergizi gratis yang tengah digodok saat ini tentunya membutuhkan dukungan sektor pertanian yang kuat dan berkelanjutan. Tentunya hal ini mulai dipikirkan untuk pengembangan benih unggul, terutama untuk tanaman-tanaman yang bisa mendukung program tersebut.

Kemudian, penting juga menghadirkan benih unggul berkualitas yang sudah mendapatkan perlakuan khusus (seed treatment) dengan fungisida atau insektisida, bahkan kombinasi dari keduanya agar dapat dilakukan disinfeksi benih dari organisme patogen.

Diperkirakan pada tahun 2027 industri seed treatment dunia akan mencapai 9,2 miliar dolar AS. Angka ini sangat besar karena meningkatnya kebutuhan benih berkualitas dan setiap negara memiliki kebutuhan untuk menjamin ketahanan pangan.

Kolaborasi produsen benih berkualitas dengan pemangku kepentingan yang diwujudkan melalui pembangunan jaringan yang kuat dapat menciptakan sistem pertanian yang lebih resilience (tangguh), produktif, dan berkelanjutan.

Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah kesejahteraan petani dan ketahanan pangan dapat terjaga untuk generasi mendatang.

Apabila kesejahteraan petani tercipta, akan semakin banyak generasi muda yang terjun ke sektor ini. Sehingga tidak perlu lagi generasi muda banyak mencari pekerjaan di kota besar, padahal ada potensi penghasilan yang lebih besar di desa-desa dari sektor pertanian.

Semua ini bisa diawali dengan teknologi yang paling murah, yakni menciptakan benih unggul, sehingga petani muda yang tengah merintis usahanya tidak kesulitan. Banyak dari petani yang tidak melanjutkan usahanya akibat mengalami kegagalan.

Karena itu memang harus dipikirkan bagaimana mengubah persepsi bahwasanya bertani itu sulit dan tidak menguntungkan. Semua itu harus diubah bahwasanya bertani itu mudah dan sangat menguntungkan.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024