Tujuannya adalah untuk melindungi hak ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif
Jakarta (ANTARA) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memandang, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang memuat pembatasan promosi susu formula bayi bertujuan untuk melindungi hak ibu dalam pemberian ASI eksklusif tanpa intervensi dari pihak manapun.

“Tujuannya adalah untuk melindungi hak ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif tanpa adanya intervensi promosi dari pihak manapun, termasuk keluarga, juga tidak boleh diberikan sampel,” kata Staf Bidang Penelitian YLKI Niti Emiliana dalam diskusi di Jakarta, Rabu.

Niti menegaskan, kehadiran PP tersebut bukan berarti melarang sepenuhnya penjualan atau pembelian produk susu formula dan bukan melarang bayi untuk mengonsumsi susu formula. PP 28 Tahun 2024 justru hanya membatasi kegiatan promosi atau pengiklanan dengan cara-cara tertentu yang dinilai dapat menghambat pemberian ASI eksklusif.

Ia menambahkan, aturan tersebut juga sudah selaras dengan dengan rekomendasi Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly/WHA) serta Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI.

Berdasarkan panduan “Ending the Inappropriate Promotion of Foods for Infants and Young Children” dari WHO, praktik menyusui yang direkomendasikan dapat dirusak atau diganggu oleh promosi yang tidak tepat melalui berbagai cara.

Gangguan itu termasuk promosi produk sebagai produk yang cocok untuk bayi di bawah usia 6 bulan, setara atau lebih unggul dari ASI, atau sebagai pengganti ASI, atau dengan menggunakan merek/label/logo setara atau lebih baik dari ASI, atau sebagai pengganti ASI, atau dengan menggunakan merek/label/logo yang sama/mirip dengan yang digunakan untuk produk pengganti ASI.

Baca juga: Ahli: Larangan promosi sufor di PP 28 Tahun 2024 perlu dikaji kembali
Baca juga: Perlancar produksi ASI dengan sering menyusui dengan benar


Secara rinci, Pasal 33 dalam PP No. 28 2024 menyebutkan beberapa kegiatan yang dapat menghambat pemberian ASI eksklusif seperti pemberian contoh produk susu formula bayi dan atau produk pengganti air susu ibu lainnya secara cuma-cuma, penawaran kerja sama, atau bentuk apapun kepada fasilitas pelayanan kesehatan, upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, tenaga medis, tenaga kesehatan, kader kesehatan, ibu hamil, atau ibu yang baru melahirkan.

Kemudian, kegiatan yang menghambat pemberian ASI eksklusif juga termasuk penawaran atau penjualan langsung susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya ke rumah, serta pemberian potongan harga atau tambahan atau sesuatu dalam bentuk apapun atas pembelian susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya sebagai daya tarik dari penjual.

PP No. 28 Tahun 2024 juga melarang bentuk promosi berupa penggunaan tenaga medis, tenaga kesehatan, kader kesehatan, tokoh masyarakat, dan pemengaruh media sosial untuk memberikan informasi mengenai susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya kepada masyarakat.

Selain itu, pelarangan promosi juga termasuk pengiklanan susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya dan susu formula lanjutan yang dimuat dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, media luar ruang, dan media sosial, serta promosi secara tidak langsung atau promosi silang produk pangan dengan susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya.

Niti menjelaskan, pemberian susu formula bayi tetap diperbolehkan selama ada kondisi tertentu atau indikasi medis tertentu. Hal ini juga telah dijelaskan dalam Pasal 29 yang menyebutkan bahwa bayi dapat diberikan susu formula bayi jika pemberian ASI ataupun ASI dari donor tidak dimungkinkan, baik karena indikasi medis atau kondisi ibu terpisah dari bayi.

Baca juga: Kemenkes perketat regulasi susu formula, larang promosi secara gratis
Baca juga: Dokter jelaskan pentingnya beri ASI eksklusif dibanding susu formula
Baca juga: Arumi dukung pemerintah larang susu formula hambat pemberian ASI


Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024