Karena saya terus ditekan maka timbul keberanian. Saya tolak karena tidak mau kalah. Termasuk perlawanan saya kepada Pak Marzuki Ali. Pak Marzuki marah dan bilang ke saya PT Adhi Karya kalah, kasih saja ke PT PP."
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie disebut meminta agar PT Adhi Karya mundur dari rencana pembangunan gedung DPR karena proyek itu akan dikerjakan oleh PT Pembangunan Perumahan.
"Karena saya terus ditekan maka timbul keberanian. Saya tolak karena tidak mau kalah. Termasuk perlawanan saya kepada Pak Marzuki Ali. Pak Marzuki marah dan bilang ke saya PT Adhi Karya kalah, kasih saja ke PT PP," kata saksi mantan Kepala Divisi Konstruksi 1 PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Teuku Bagus menjadi saksi untuk terdakwa mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam sidang perkara penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan, Teuku Bagus menyampaikan bahwa pada 2010 saat perencanaan "grand design" Gedung DPR, PT Adhi Karya dan PT Pembangunan Perumahan (PP) ingin mendapatkan proyek itu, sehingga Teuku Bagus dan manager marketing PT PP Ketut Dharmawan dipanggil ke rumah Deputi Menteri Badan Usaha Milik Negara Muchayat.
"Dalam BAP disebut saksi dipanggil ke rumah Pak Muchayat dan oleh Pak Muchayat disuruh ngalah. Selanjutnya juga dipanggil Pak Marzuki Alie dan Ketut Dharmawan dari PT PP, Pak Marzuki menyuruh agar saya mendampingi PT PP saja atau joint operation dengan PT PP, apakah hal ini benar?" tanya jaksa.
"Itu benar," jawab Teuku Bagus.
Setelah dipanggil Muchayat ke rumahnya, Teuku Bagus pun dipanggil ke ruang Marzuki Alie di DPR.
"Saya dipanggil Pak Marzuki Ali di kantornya di DPR bersama Indrajaya Manopol, yang disampaikan sama dengan pernyataan Pak Muchayat. Katanya ini jatahnya PT PP. Saya melawan, saya mengatakan tidak bisa begitu Pak Marzuki," ungkap Teuku Bagus.
Teuku Bagus juga menerangkan bahwa Marzuki pun sempat marah karena ia berani untuk menolak permintaan itu.
"Pak Marzuki marah, ia mengatakan ke saya PT Adhi Karya kalah, kasih saja ke PT PP, Pak Marzuki kan dekat dengan PT PP. Pak Marzuki pernah di PT PP. Pak Munadi Herlambang cerita, Pak Muchayat cerita," ungkap Teuku Bagus.
Munadi Herlambang adalah direktur PT MSons Capital selaku perusahaan subkontraktor di proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang yang juga simpatisan Partai Demokrat, Muchayat adalah ayah Munadi Herlambang dan baru saja meninggal di Singapura pada pertengahan Juni 2014.
Namun proyek pembangunan gedung DPR itu sendiri tidak jadi dilakukan, yang dengan sendirinya dana senilai Rp 1,8 triliun itu pun dihentikan.
Dalam perkara ini, Anas diduga menerima "fee" sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk 1 unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.
Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar. (D017)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014