Nanning (ANTARA) - Di sebuah fasilitas pengolahan buah yang sibuk di Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi, China, udara terasa manis dengan aroma mangga yang lezat.

Para pekerja dengan tekun mengelola sebuah lini produksi yang mutakhir dan sepenuhnya otomatis, bersiap untuk mengirim produk lezat tersebut ke pasar-pasar yang antusias di seluruh Asia Tenggara.

Dalam beberapa tahun terakhir, dengan adanya pendalaman kerja sama ekonomi dan pertukaran perdagangan untuk produk pertanian antara China dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), keunggulan komplementer dari perdagangan produk pertanian antara Guangxi dan ASEAN menjadi semakin menonjol.

Keunggulan geografis dari jalur darat dan laut dengan ASEAN juga menyuntikkan vitalitas ke dalam ekspansi berkelanjutan dari ekspor buah Guangxi.

Menurut data Bea Cukai Nanning, Guangxi pada 2023 mengimpor 16,71 miliar yuan (1 yuan = Rp2.185) produk pertanian ASEAN, meningkat 43,1 persen secara tahunan (year on year). Pada saat bersamaan, buah-buahan khas Guangxi, seperti jeruk mandarin orah dan jeruk tangerine manis, juga telah diterima dengan baik di pasar ASEAN.

Perdagangan buah yang berkembang pesat juga telah mendorong perusahaan-perusahaan terkait untuk berinvestasi dan beroperasi di Guangxi.

Guangxi Junyi Agricultural Science and Technology Co., Ltd, sebuah perusahaan pengolahan mangga yang didirikan pada 2020 di daerah Chongzuo di Zona Perdagangan Bebas (Free Trade Zone/FTZ) Percontohan (Guangxi) China, merupakan perusahaan pengolahan buah berbasis perbatasan pertama di daerah tersebut dengan omzet bisnis utama tahunan berjumlah sedikitnya 20 juta yuan.

"Kebijakan FTZ percontohan, termasuk insentif pajak, prosedur perdagangan yang disederhanakan, dan inovasi keuangan, tidak hanya membentuk fondasi yang baik untuk pertumbuhan, tetapi juga memberikan manfaat biaya yang substansial bagi bisnis," kata Wakil Manajer Umum Guangxi Junyi Agricultural Science and Technology Co., Ltd, Shen Wuyang.

Guangxi, yang sering disebut sebagai pintu gerbang China ke ASEAN, telah menjadi yang terdepan dalam perdagangan dan kerja sama China dengan ASEAN dalam beberapa tahun terakhir berkat pendirian FTZ percontohan tersebut.

Pada 2019, FTZ percontohan itu didirikan untuk mendukung keterbukaan China terhadap ASEAN dan untuk menguji coba mekanisme baru dalam kerja sama China-ASEAN.

Sejak pendiriannya, FTZ percontohan tersebut telah terbukti menjadi penggerak utama, mencakup 37,7 persen dari total investasi asing di Guangxi dan 38,6 persen dari volume perdagangan luar negeri di daerah itu.

FTZ percontohan itu terdiri dari area Nanning di ibu kota daerah itu, area Pelabuhan Qinzhou di sepanjang pesisir, dan area Chongzuo yang berbatasan dengan Vietnam.

Area Chongzuo merupakan lokasi Pelabuhan Youyiguan, atau Friendship Pass, salah satu pelabuhan darat tersibuk di China dalam hal perdagangan buah.

Berkat perkembangan hubungan ekonomi dan perdagangan antara China dan ASEAN, efisiensi perizinan kargo di Pelabuhan Youyiguan meningkat dua kali lipat.

"Kargo kami sebagian besar dikirim ke Asia Tenggara, dengan Vietnam menerima 80 persen dari pengiriman kami dan sisanya didistribusikan ke sejumlah negara seperti Malaysia dan Thailand," ujar Wang Shuqing, penyelia pengoperasian sebuah perusahaan manajemen rantai pasokan di Guangxi.

Area Nanning di zona tersebut berfokus pada pengembangan keuangan modern, ekonomi digital, dan jasa modern. Area itu memelopori inovasi dalam keuangan lintas perbatasan dan bisnis renminbi (RMB), terutama yang bekerja sama dengan negara-negara ASEAN.

"Sebelumnya, transaksi lintas perbatasan antara perusahaan-perusahaan Guangxi dan Indonesia melibatkan sebuah langkah peralihan, yakni mengonversi RMB ke dolar AS sebelum mengubahnya menjadi rupiah. Kini, kami dapat melakukan pembayaran secara langsung," ujar wakil manajer umum dari salah satu cabang China CITIC Bank di area Nanning Bai Lili.

Sebagai satu-satunya area pesisir di FTZ percontohan itu, Area Pelabuhan Qinzhou memantapkan diri sebagai pelabuhan gerbang tingkat tinggi yang memfasilitasi transportasi kargo antara China dan ASEAN.

Menurut Ye Jun, seorang pejabat di komite administratif Area Pelabuhan Qinzhou, fokus industri di area itu adalah proyek-proyek petrokimia, dengan cukup banyak perusahaan petrokimia telah memasuki sektor bahan baku dan pemrosesan awal di negara-negara ASEAN.

Sejauh ini, lebih dari 38.000 perusahaan baru telah didirikan di Area Pelabuhan Qinzhou, termasuk 355 perusahaan yang didanai asing. Di antara lebih dari 150 proyek industri yang beroperasi atau sedang dibangun.

Area itu telah menarik investasi yang jumlahnya melebihi 300 miliar yuan dan menjadi rumah bagi empat perusahaan dengan output tahunan lebih dari 10 miliar yuan.

Pewarta: Xinhua
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2024