Kebohongan ini kalau terjadi akan merusak dan menghancurkan pondasi bangunan pendidikan masa depan kita, dan secara tidak langsung ini akan menjadikan bangsa kita dalam menormalkan penipuan
Jakarta (ANTARA) - Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora BRIN Ahmad Najib Burhani meminta pemerintah untuk bertindak tegas kepada para pelaku joki publikasi dan pengelola jurnal predator di Indonesia.
Najib dalam gelaran Sarasehan Nasional Pendidikan yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu, mengungkapkan Indonesia kini berada pada peringkat kedua negara dengan jurnal predator, setelah Kazakhstan di peringkat satu.
"Kebohongan ini kalau terjadi akan merusak dan menghancurkan pondasi bangunan pendidikan masa depan kita, dan secara tidak langsung ini akan menjadikan bangsa kita dalam menormalkan penipuan," katanya.
Najib mengatakan hal tersebut juga dapat merusak character building yang seharusnya dilakukan oleh para guru kepada anak didiknya.
"Sesuatu yang tidak normal ini seperti penipuan, plagiarisme, tidak mempunyai publikasi tapi mengaku punya, ini penyakit. Ini endemi yang perlu kita cegah, kalau tidak ini bisa merusak pendidikan kita," katanya menegaskan.
Baca juga: Pakar jelaskan fenomena maraknya publik figur peroleh gelar doktor
Lebih serius lagi, lanjut Najib, bahaya selanjutnya juga bisa terjadi jika jurnal predator juga terdapat di dunia profesi yang bertanggungjawab atas nyawa dan keselamatan orang lain, seperti pada dunia kedokteran.
"Bayangkan jika berimplikasi di dunia kedokteran, yang bersumber dari rekomendasi riset yang ternyata bohong. Itu berbahaya, bisa berdampak serius di kehidupan manusia, kesehatan pasien, dan lain sebagainya. Maka hal-hal seperti ini perlu dihindari," ujarnya.
Najib juga memaparkan informasi terkait maraknya jurnal predator di Indonesia tidak hanya diketahui oleh peneliti dalam negeri, namun juga luar negeri.
Ia bercerita dirinya pernah mengetahui kisah adanya imbauan pada peneliti di negara Peru, yang mengimbau para penelitinya untuk tidak mudah melakukan kerja sama penelitian dengan para peneliti asal Indonesia, yang disebabkan oleh banyaknya jurnal predator tersebut.
"Kita sedih, Peru sebetulnya negara yang tidak lebih bagus dari Indonesia, tetapi mereka mewanti-wanti para penelitinya agar berhati-hati dalam bekerja sama dengan peneliti Indonesia karena mereka menormalkan ketidaknormalan dan melawan etika publikasi," ungkapnya.
Oleh karena itu, Najib meminta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) yang akan datang untuk lebih fokus dan memperhatikan terhadap hal ini, sehingga dunia pendidikan Indonesia bisa menjadi lebih baik, dan berdaya saing di mata Internasional.
"Waktu era Mas Menteri Nadiem Makarim dulu berfokus pada tiga dosa besar pendidikan seperti kekerasan, intoleransi, dan bullying. Maka, kita berharap adanya Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi ini bisa fokus menangani persoalan pendidikan tinggi (dikti), masuk dengan dunia riset dan publikasi. Sehingga, kita juga memiliki kontribusi serius di bidang akademik global, dan tidak diejek oleh negara lain karena memiliki kredibilitas publikasi yang kurang," tutur Ahmad Najib Burhani.
Sebagai informasi, jurnal predator adalah jurnal ilmiah yang tidak melakukan proses peninjauan ilmiah dan penyuntingan dengan baik dan benar, di mana jurnal ini seolah-olah memangsa para penulis dengan memberikan tarif publikasi langsung kepada mereka.
Baca juga: FEB UI: Bahlil telah terbitkan artikel syarat kelulusan di jurnal lain
Baca juga: ULM usut dugaan pelanggaran dosen rekayasa syarat guru besar
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024