"Target kami 500 hektar perkebunan kelapa sawit menjadi sawah. Lokasinya di empat kecamatan di daerah ini, yakni Air Manjuto, Kecamatan Lubuk Pinang, Kota Mukomuko, dan Selagan Raya," kata Kabid Prasarana dan Sarana Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan Kehutanan (DP3K) Kabupaten Mukomuko, Epin Maswandi, di Mukomuko, Senin.
Menurut dia, saat ini pun sudah mulai banyak tanaman kelapa sawit yang beralihfungsi menjadi lahan persawahan. Apalagi setiap tahun ada program optimasi lahan (Opl) dari pemerintah.
Ia mengatakan di daerah itu mulai tahun 2013 sudah banyak perkebunan tanaman kelapa sawit terutama yang berada di kawasan irigasi teknis yang beralihfungsi menjadi sawah.
"Dalam kegiatan Opl tahun ini, dari target pembiayaan pengolahan lahan pertanian seluas 200 haktare menjadi sawah, seluas belasan hektar diantaranya adalah perkebunan tanaman kelapa sawit," ujarnya.
Dikatakannya, dalam program Opl ini, setiap satu hektar lahan, dibantu sebesar Rp2.100.000, untuk pengolahan tanah, pembukaan lahan, dan pembelian sarana produksi seperti pupuk dan benih termasuk upah.
Diakuinya, jika dana tersebut masih sedikit dibandingkan biaya yang dikeluarkan oleh petani mengolah lahan dan menanam padi di lahan tersebut.
Ia menerangkan, bahwa petani setempat sekarang mulai merasakan besarnya keuntungan yang mereka peroleh dari bersawah.
Menurut dia, keuntungan memiliki satu hektare sawah lebih besar ketimbang memiliki kebun sawit seluas satu hektar.
"Kalau petani menggunakan sistem rice intensifikasi (Sri) dengan pengawasan lebih ketat, hasil produksinya bisa empat kali lipat dibandingkan produksi tanaman kelapa sawit dengan luas satu hektar," ujarnya.
Bahkan, kata dia, petani yang menyewakan lahan sawah seluas dua hektar saja saat ini masih dapat keuntungan dengan besaran sewa sebesar Rp15 juta per sekali musim tanam.
Ia berharap, dengan banyaknya pengalaman selama ini petani untung dalam bersawah dapat membuka pemikiran petani kebun untuk memilih bersawah.
Selain itu, ia berharap, kedepan adanya program cetak sawah di daerah itu yang pembiayaannya dari pemerintah.
Pewarta: Ferri Arianto
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014