Hanya sebanyak 12,93 persen responden yang merasa penegakan hukum sudah tegas dan konsisten.
Jakarta (ANTARA News) - Survei yang digelar Road Safety Association menyebutkan bahwa sebanyak 84,58 persen masyarakat menganggap penegakan hukum di jalan masih belum tegas dan konsisten.


"Hanya sebanyak 12,93 persen responden yang merasa penegakan hukum sudah tegas dan konsisten. Selebihnya mengaku tidak peduli, tidak tahu, dan memilih tidak menjawab, yakni 2,49 persen," kata Ketua Umum RSA Indonesia Edo Rusyanto melalui siaran pers yang diterima Antara, di Jakarta, Minggu.

Edo mengatakan, persepsi publik soal kepatuhan terhadap polisi lalu lintas di jalan amat minim, yakni 24.92 persen, kepatuhan terhadap rambu lalu lintas sekalipun terdapat polisi dan petugas dinas perhubungan sebesar 72,43 persen.

Persepsi ini, tambah Edo, bisa jadi memperlihatkan rendahnya pengetahuan publik tentang diskresi polisi lalu lintas.

"Tak heran ketika menemui instruksi polisi untuk maju hingga melibas zebra cross, esok harinya ketika tidak ada instruksi polantas, masyarakat mendiskresikan dirinya sendiri. Memprihatinkan,” kata Edo.

Bahkan, lanjut Edo, bisa saja persepsi tersebut mencuat karena degradasi rasa hormat dan patuh terhadap petugas atau pada kondisi yang paling buruk, sikap menghargai aturan dan petugas menyusut demi kepentingan diri sendiri dan tidak menyesal melanggar aturan sebelum merasa dirugikan atas tindakannya tersebut.

Sementara itu, menurut survei RSA, mayoritas masyarakat memandang perlu adanya aturan di jalan raya agar lalu lintas jalan menjadi lebih aman dan selamat, di mana 97,04% masyarakat merasa perlu adanya aturan.

"Di sisi lain, survei yang dilakukan pada 2014 itu juga menyebutkan bahwa hanya 47,51 persen warga yang mengaku tahu tentang aturan yang berlaku saat ini," kata Edo.

Menurut Edo, pemberlakukan aturan dianggap sebagai upaya untuk mewujudkan lalu lintas jalan yang aman, nyaman, dan selamat.

Lihat saja, tambah Edo, sebanyak 51,87 persen masyarakat berpendapat bahwa keselamatan jalan itu adalah taat aturan dan tidak tabrakan.

Persepsi ini cukup relevan jika melihat fakta data Korlantas Mabes Polri tahun 2013 yang menyebutkan mayoritas pemicu kecelakaan, yakni 42%, adalah perilaku tidak tertib.

Perilaku seperti ini bisa disimpulkan sebagai tindakan melanggar aturan demi kepentingan diri sendiri, namun ironisnya, berujung tabrakan.

Secara teori, kata Edo, jika peraturan ditegakkan dengan tegas, konsisten, kredibel, transparan, dan tidak pandang bulu, memungkinkan menyusutnya pelanggaran atas aturan.

"Pada gilirannya, merujuk pada data yang ada, bila pelanggaran berkurang, peluang terjadinya kecelakaan juga bisa mengecil. Fakta memperlihatkan, saat ini, setiap hari terjadi 270-an kecelakaan yang merenggut 70-an jiwa per hari," kata Edo.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014