Jakarta (ANTARA) - Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) mengapresiasi Presiden Ke-7 RI Joko Widodo yang telah meneken Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas PP Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung.

"Dengan penuh rasa syukur, kami menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada Presiden Ke-7 RI Bapak Joko Widodo, beserta jajaran kementerian terkait atas dukungan dan keberpihakannya terhadap upaya penegakan hukum yang berkeadilan," ucap Juru Bicara SHI Fauzan Arrasyid dalam konferensi pers daring diikuti dari Jakarta, Selasa.

SHI juga menyampaikan terima kasih kepada pimpinan Mahkamah Agung, Pimpinan Pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), serta seluruh hakim Indonesia yang telah mendukung perjuangan peningkatan kesejahteraan hakim tersebut.

"Tidak lupa, terima kasih kepada pimpinan DPR RI, DPD RI, MPR RI, pimpinan fraksi DPR RI, tokoh agama, tokoh bangsa, sahabat media, dan seluruh elemen masyarakat yang turut serta aktif dalam mendukung gerakan ini," tambah Fauzan.

Baca juga: Jokowi teken PP perubahan gaji dan tunjangan hakim jelang purnatugas

Menurut SHI, PP Nomor 44 Tahun 2024 yang mengatur kenaikan tunjangan jabatan sebesar 40 persen merupakan capaian yang patut diapresiasi. Pasalnya, satu dari empat tuntutan SHI telah direspons oleh pemerintah.

Namun begitu, SHI menilai terbitnya PP tersebut belum menyelesaikan semua permasalahan.

Menurut SHI, PP Nomor 44 Tahun 2024 baru mencakup kenaikan tunjangan jabatan, sementara sembilan komponen hak keuangan lainnya belum diatur.

Dijelaskan Fauzan, komponen yang belum diatur mencakup gaji pokok, fasilitas perumahan, transportasi, jaminan kesehatan, jaminan keamanan, biaya perjalanan dinas, kedudukan protokoler, serta penghasilan pensiun dan tunjangan lainnya.

Baca juga: SHI harap kenaikan gaji hakim terwujud dalam 100 hari kerja Prabowo

Selain itu, SHI merasa ketimpangan kesejahteraan hakim masih terjadi. Skema kenaikan 40 persen dalam PP tersebut dinilai belum mampu mengatasi masalah ketidakmerataan bagi hakim tingkat pertama, khususnya di pengadilan kelas II yang berada di berbagai kabupaten/kota.

"Hakim-hakim di tingkat tersebut menghadapi tantangan yang lebih besar dan kebijakan saat ini belum sepenuhnya efektif untuk mengurangi beban tersebut," kata Fauzan.

Pemerintah, sambung dia, perlu memahami secara komprehensif putusan Mahkamah Agung Nomor 23P/HUM/2018. Fauzan menjelaskan putusan MA itu tidak sekadar mengatur pemisahan norma gaji pokok dan pensiun hakim dari ASN, tetapi juga menuntut penetapan nominal yang lebih tinggi.

Oleh sebab itu, SHI tetap berkomitmen untuk memperjuangkan empat tuntutan utama kepada pemerintah, yaitu penyesuaian terhadap seluruh hak keuangan dan fasilitas hakim; membuka kembali pembahasan RUU Jabatan Hakim hingga disahkan menjadi undang-undang, mendorong penyusunan RUU Contempt of Court, dan menerbitkan PP tentang jaminan keamanan bagi hakim dan keluarganya.

Sebelumnya, Presiden Ke-7 RI Joko Widodo meneken PP Nomor 44 Tahun 2024 pada 18 Oktober 2024. Hal ini berarti Jokowi meneken PP perubahan gaji dan tunjangan hakim itu dua hari menjelang purnatugas sebagai Presiden RI.

Baca juga: MA sebut perubahan PP gaji hakim tengah diharmonisasi
Baca juga: Sampai mogok tuntut kenaikan, berapa gaji hakim? Berapa tunjangannya?

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024