Jakarta (ANTARA) - Museum Sumpah Pemuda menjadi salah satu museum yang memiliki banyak sejarah untuk bangsa Indonesia. Museum tersebut menyimpan berbagai macam koleksi yang berkaitan dengan peristiwa Sumpah pemuda.

Pendirian Museum Sumpah Pemuda bertujuan untuk menyediakan sarana destinasi wisata edukasi bagi masyarakat Indonesia agar paham mengenai sejarahnya. Museum ini didirikan berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta tahun 1972 untuk menjadi benda cagar budaya nasional yang perlu dilestarikan.

Berikut ini terkait penjelasan mengenai sejarah, alamat dan harga tiket Museum Sumpah Pemuda, berdasarkan pada laman Museum Sumpah Pemuda.


Sejarah Museum Sumpah Pemuda

Museum Sumpah Pemuda terletak di Jalan Kramat Raya No. 106, Jakarta Pusat. Gedung ini memiliki sejarah panjang yang berkaitan erat dengan pergerakan pemuda Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan. Sebelum menjadi museum, gedung ini merupakan rumah kos yang digunakan oleh para pelajar dan pemuda Indonesia.

Pada tahun 1908, gedung tersebut dikenal sebagai Commensalens Huns yakni rumah pondokan bagi pelajar dan mahasiswa milik Sie Kong Lian. Sejumlah tokoh-tokoh penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia pernah tinggal di rumah itu semasa menjadi mahasiswa antara lain Muhammad Yamin, Amir Sjarifoedin, Soerjadi (Surabaya), Soerjadi (Jakarta), Assaat, Abu Hanifah, Abas, Hidajat, dan Ferdinand Lumban Tobing.

Ada juga Soenarko, Koentjoro Poerbopranoto, Mohammad Amir, Roesmali, Mohammad Tamzil, Soemanang, Samboedjo Arif, Mokoginta, Hassan dan Katjasungkana.

Baca juga: Tokoh-tokoh perempuan penting di balik Sumpah Pemuda
Baca juga: Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober dan sejarahnya


Sejak tahun 1927, Gedung Kramat 106 dimanfaatkan oleh berbagai organisasi pemuda untuk mengadakan kegiatan pergerakan. Bung Karno serta tokoh-tokoh dari Algemeene Studie Club Bandung sering datang ke gedung ini untuk berdiskusi tentang strategi perjuangan bersama para penghuninya. Di sini, pernah diadakan kongres Sekar Roekoen, Pemuda Indonesia, dan PPPI.

Gedung ini juga berfungsi sebagai sekretariat PPPI serta tempat penerbitan majalah Indonesia Raja yang diterbitkan oleh PPPI. Karena menjadi pusat kegiatan berbagai organisasi, pada tahun 1927, Gedung Kramat 106 yang awalnya bernama Langen Siswo, berganti nama menjadi Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw (gedung pertemuan).

Puncak peristiwa penting di gedung ini terjadi pada 27-28 Oktober 1928, ketika Kongres Pemuda II dilaksanakan. Kongres ini menghasilkan Sumpah Pemuda, yang dianggap sebagai tonggak penting dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia. Dalam kongres tersebut, para pemuda berikrar satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa, yaitu Indonesia.

Setelah peristiwa Sumpah Pemuda, banyak penghuninya yang meninggalkan gedung ini, karena sudah lulus belajar. Setelah para pelajar tidak melanjutkan sewanya pada tahun 1934, gedung ini kemudian disewakan dan banyak perubahan nama dan fungsinya hingga 1970.

Kemudian tanggal 15 Oktober 1968 Prof. Mr. Soenario mengirim surat kepada Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, bertujuan untuk meminta perhatian dan pembinaan terhadap Gedung Kramat 106 agar sejarah yang ada di dalam gedung tersebut dapat terpelihara dengan baik. Melalui SK Gubernur yang dikeluarkan tanggal 10 Januari 1972 yang telah resmi menetapkan Gedung Kramat 106 sebagai benda cagar budaya.

Selanjutnya, pada 3 April 1973 Gedung Kramat mengalami pemugaran hingga 20 Mei 1973. Dengan mengganti nama menjadi Gedung Sumpah Pemuda yang diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin tanggal 20 Mei 1973 dan kembali di resmikan oleh Presiden RI Soeharto pada 20 Mei 1974.

Seiring berjalannya waktu tanggal 16 Agustus 1979, Gedung Sumpah Pemuda diserahkan oleh Pemda DKI Jakarta kepada Pemerintah Pusat Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bertujuan untuk dijadikan Pusat Informasi Kegiatan Kepemudaan di bawah naungan Kantor Menteri Muda Urusan Pemuda atau Menteri Muda Urusan Pemuda dan Olahraga.

Pada tanggal 28 Oktober 1980 Dra.Jos Masdani mengadakan pembukaan selubung papan nama Gedung Sumpah Pemuda sesuai permintaan Menteri Muda Urusan Pemuda Mayor TNI AU dr.Adbul Gafur sebagai tanda penyerahan kepada Pemda DKI Jakarta.

Tiga tahun setelahnya, Prof. Dr. Nugroho Notosusanto selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan pada tanggal 7 Februari 1983 dengan menyatakan Gedung Sumpah Pemuda dengan nama Museum Sumpah Pemuda.

Baca juga: Twibbon Hari Sumpah Pemuda 2024, link dan cara mengunduhnya
Baca juga: Makna dan tujuan Hari Sumpah Pemuda


Pengelolaan Museum Sumpah Pemuda kemudian diserahkan ke Dapartemen Kebudayaan Pariwisata pada tahun 1999 oleh KH Abdurrahman Wahid. Penyerahan ini dilakukan oleh Menteri Pendidikan Nasional Dr. Yahya A. Muahaimin kepada Drs. I Gede Ardhika selaku Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.

Penyerahan itu dilakukan agar dapat mengelola unit-unit yang tidak tertampung dalam Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata, yang kemudian dibentukkan Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata. Lalu di awal tahun 2012, Museum Sumpah Pemuda dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jendral Kebudayaan.


Harga tiket masuk Museum

Perorangan
  • Dewasa: Rp2.000
  • Anak-anak: Rp1.000
  • Pengunjung asing (Foreign Tourist): Rp10.000
Rombongan
  • Dewasa: Rp1.000
  • Anak-anak: Rp500

Jadwal kunjungan Museum Sumpah Pemuda
  • Selasa – Kamis, Sabtu – Minggu: 08:00 – 16:00 WIB
  • Jumat: 08:00 – 16:30 WIB
  • Senin & Hari Libur Besar: Tutup

Lokasi Museum

Alamat: Museum Sumpah Pemudah bertempat di Jl. Kramat Raya No.106, Rt.2 Rw.9, Kwitang, Kec. Senen, Kota Jakarta Pusat.

Baca juga: Hari Sumpah Pemuda 2024: tema dan logo beserta filosofinya
Baca juga: Simak pedoman dan susunan upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda 2024

Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2024