Indonesia mencapai UHC lebih dari 95 persen dalam waktu kurang dari 10 tahun merupakan prestasi yang diapresiasi oleh negara-negara lain

Oleh karena itu, kontrol suplai dan harga menjadi penting, termasuk bagi industri, karena apabila biaya kesehatan semakin tinggi, maka industri pelayanan kesehatan pun kian tidak berkelanjutan.

Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lucia Rizka Andalusia menyebut bahwa dalam proses bisnis ini, ada mekanisme bernama stakeholder-led submission, di mana pemangku kepentingan seperti industri farmasi, produsen alat kesehatan, asosiasi pasien, dan profesional kesehatan dapat melakukan asesmen teknologi kesehatan.

Selanjutnya, kajian tersebut bisa diajukan ke Kemenkes, dan kementerian ini akan memastikan harga yang kompetitif serta efektif biaya, melalui proses value-based pricing yang akan diintegrasikan dalam proses asesmen tersebut.

Untuk menjaga kesehatan secara nasional, Indonesia juga mengupayakan jaminan kesehatan semesta (universal healthcare), dalam bentuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti menyebut bahwa menjelang Hari Ulang Tahun Ke-79 Indonesia pada Agustus 2024, tercatat 276.520.647 orang atau 98,19 persen penduduk Indonesia terdaftar dalam program tersebut. Padahal, pada 2014 baru sekitar 133 juta penduduk yang tercakup program ini.

Capaian itu dinilai sebagai bukti bahwa negara memastikan setiap individu mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.

Mencapai UHC lebih dari 95 persen dalam waktu kurang dari 10 tahun sejak BPJS didirikan adalah sebuah prestasi yang diapresiasi oleh negara-negara lain. Ghufron membandingkan progres negara lain dalam mencapai UHC, seperti Jerman yang butuh 127 tahun dan Belgia yang butuh 117 tahun. Paling cepat adalah Korea, yaitu 12 tahun.

Adapun langkah untuk transformasi kesehatan lainnya adalah penyelenggaraan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit, yang dalam pelaksanaannya melibatkan Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME), guna memastikan kualitas pendidikan berstandar global.

Jokowi meluncurkan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Berbasis Rumah Sakit Pendidikan (hospital based) pada Mei di RSAB Harapan Kita, Jakarta.

Upaya tersebut vital dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan jumlah serta distribusi dokter spesialis, serta menjadi bagian dari transformasi kesehatan pada pilar pelayanan rujukan dan pengembangan sumber daya manusia.

Jumlah dokter spesialis di Indonesia mencapai 49.670. Menurut Bappenas, rasio ideal dokter spesialis, yakni 0,28 per 1.000 penduduk. Dengan demikian, Indonesia masih kekurangan 29.179 dokter spesialis.

Tiap tahunnya, hanya ada sekitar 2.700 lulusan dokter spesialis. Dengan produksi seperti itu, butuh 10 tahun untuk menambal kekurangan SDM itu. Selain itu, distribusi dokter spesialis juga tidak merata karena sebagian besar dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan drg. Arianti Anaya menilai bahwa hal ini merupakan terobosan agar distribusi dokter bisa lebih dinamis sampai ke level kabupaten dan kota.

Tak hanya mendapat ilmu ekstra, siswa juga mendapatkan bantuan biaya hidup sebesar Rp5 juta hingga Rp10 juta, tergantung tingkatannya, seperti junior, madya, dan senior. Kemenkes bekerja sama dengan LPDP untuk penyediaan sebagian biaya hidup tersebut.

Pada batch pertama pendaftaran, terdapat kuota untuk 52 peserta didik agar dapat mengenyam pendidikan di enam program studi, yakni neurologi, ortopedi dan traumatologi, kesehatan anak, kesehatan mata, serta onkologi radiasi.

Kemenkes juga berupaya memperluas jejaring Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama (RSPPU) guna menambahkan kuota peserta sehingga totalnya pada 2024 menjadi 104 RSPPU.

Kesehatan merupakan aset paling berharga selain pendidikan. Dengan berfokus pada setengah dari aset tersebut selama 10 tahun kepemimpinan, Indonesia sedikit demi sedikit membangun modalnya untuk Indonesia Emas.


Artikel ini merupakan bagian dari Antara Interaktif Vol. 86 OrkestrasiJokowi.  Selengkapnya bisa dibaca di Di Sini


Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024