Indonesia mencapai UHC lebih dari 95 persen dalam waktu kurang dari 10 tahun merupakan prestasi yang diapresiasi oleh negara-negara lain
Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 memberi banyak pelajaran buat bangsa ini. Bukan hanya soal bagaimana hidup berdampingan dengan virus COVID, namun yang lebih penting lagi adalah adanya perubahan cara pandang dalam pengelolaan masalah kesehatan.

Belajar dari pandemi, Indonesia mencanangkan transformasi kesehatan yang mencakup transformasi layanan primer, layanan rujukan, sistem ketahanan kesehatan, pembiayaan, sumber daya manusia, serta teknologi kesehatan.

Salah satu fokus utama dalam transformasi layanan primer adalah pergeseran orientasi kesehatan, dari yang sebelumnya berfokus pada aspek kuratif menjadi promotif dan preventif.

Beberapa upaya preventif di bidang kesehatan di antaranya peningkatan cakupan imunisasi, salah satunya yang dikejar pada masa pemerintahan Joko Widodo adalah imunisasi human papillomavirus (HPV) guna mencegah kanker serviks.

Upaya preventif bidang kesehatan lainnya adalah pengembangan Biomedical & Genome Science Initiative (BGSi) pada 2022. Inisiatif yang diinisiasi oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin itu merupakan upaya mengembangkan pengobatan yang lebih tepat bagi masyarakat.

Selama 2 tahun program BGSi berlangsung, sekitar 9 ribu data klinis telah dikumpulkan, dengan sekitar 6 ribu data yang telah melalui tahap penghitungan genome sequence, dan sekitar 4.500 data telah dianalisis.

Tepat pada 2 tahun ulang tahun program BGSi, portal SatuDNA diluncurkan sebagai kelanjutannya.

Terkait layanan rujukan, transformasi ini akan dimulai dengan tiga penyakit penyebab kematian paling tinggi di Indonesia, yaitu penyakit jantung, stroke, dan kanker. Jadi, rumah sakit di setiap provinsi sudah selayaknya siap menangani ketiga jenis penyakit tersebut.

Kementerian Kesehatan, sebagai bentuk transformasi sistem ketahanan kesehatan juga ingin memastikan bahwa vaksin diagnostik dan terapeutik semuanya ada di Indonesia, atau minimal 50 persen diproduksi di dalam negeri.

Tak luput, Indonesia turut mengembangkan ekosistem riset dan inovasi, sebagai upaya memperluas akses ke pelayanan kesehatan serta obat-obatan bagi semuanya. Indonesia Clinical Research Center (INACRC) diluncurkan pada Oktober 2024, sebagai wadah bagi para peneliti dengan ide brilian untuk berkolaborasi, melakukan, serta mengembangkan riset secara terbuka.

Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono berharap inisiatif itu juga dapat memotivasi riset-riset klinis lainnya di Indonesia. Tak heran, dari 300 RS rujukan nasional, baru 15 persen yang melakukan riset klinis.

Tak lama setelah peluncuran INACRC, ada pula Proses Bisnis (Health Technology Assessment) HTA Satu Pintu Satu Standar, yang bertujuan untuk memperbaiki keberhasilan terapi serta memastikan bahwa harga obat-obatan serta layanan tetap terjangkau.

Di seluruh dunia, kecuali India, pertumbuhan biaya kesehatan per kapita selalu lebih tinggi dari produk domestik bruto (PDB) karena jenis layanan kesehatan serta obat yang diberikan dikontrol oleh pemangku kepentingan yang berbeda.

 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024