MK versi Hamdan menurut penilaian saya terlalu normatif legalistik, artinya ketika ada yang bertentangan dengan ketentuan formal maka sudah bisa dipastikan akan kalah di persidangan. Padahal perlu ada kajian progresif dalam setiap kasus."
Gorontalo (ANTARA News) - Setelah mendaftarkan gugatannya pada pertengahan Mei 2014, akhirnya gugatan tiga partai politik yakni Partai Demokrat, PKS dan PPP di Gorontalo ditolak seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi, Jumat (27/6).
Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Hamdan Zoelva membacakan amar putusan bahwa eksepsi dan permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Bila menoleh pada pelaksanaan Pemilihan Legislatif 9 April lalu, pesta demokrasi tersebut menyisakan sejumlah persoalan yang menghiasi pelaksanaan penghitungan suara dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berujung ke MK.
Partai Demokrat misalnya, yang menempatkan KPU sebagai termohon karena menilai ada pengurangan suara terhadap perolehan suara caleg DPR RI nomor urut satu yakni Gusnar Ismail.
Dalam permohonannya, Demokrat mengungkap ada pengurangan suara di daerah pemilihan Gorontalo I sebanyak 1.829 suara serta adanya penambahan suara Partai Gerindra sebanyak 330 suara di dapil yang sama.
Kasus PPP lebih kompleks lagi. Partai berlambang Kabah ini menyatakan adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan massif dalam penghitungan suara yang merugikan pihaknya.
PPP diantaranya mempersoalkan adanya pengurangan perolehan suara, dimana menurut PPP adalah 8.265 suara, sementara menurut KPU adalah 7.602 suara sehingga ada kekurangan 663 suara.
Kehilangan suara tersebut terjadi di Kabupaten Boalemo 511 suara dan Kabupaten Pohuwato 152 suara. Hal itu terjadi diduga karena adanya selisih perolehan suara partai politik di Formulir C1 antara kedua pihak.
Namun dalam putusannya MK menilai permohonan PPP tidak jelas, sehingga menolak eksepsi dan permohonan tersebut.
Beralih ke kasus PKS. Dalam permohonannya, partai yang dipimpin Anis Matta ini menggugat penetapan perolehan suara yang berimbas pada pengurangan kursi PKS di DPRD Kota Gorontalo.
Menurut KPU Kota Gorontalo, perolehan suara caleg PKS nomor urut tiga adalah 2.013 suara dan menurut PKS 2.017 suara. Sementara perolehan suara caleg PAN versi KPU dan PKS adalah sama yakni 2.106 suara.
Namun PKS akhirnya harus merelakan satu-satunya calon kursi yang diraihnya di Kota Gorontalo itu kepada PAN, usai amar putusan dibacakan hakim MK.
"Saya sudah menerima informasi mengenai hasil sidang di MK. Saya menghormati putusan tersebut, karena sudah final dan mengikat," ungkap Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Gorontalo Gusnar Ismail kepada Antara, Jumat.
Gusnar mengungkapkan, sebagai warga negara yang memiliki hak atas kepastian hukum ia dan partainya membeberkan sejumlah bukti kecurangan dalam pemilu legislatif.
"Menurut kami bukti-bukti sudah lengkap dan jelas. Tapi dengan adanya putusan ini, saya menghargainya dan mengucapkan selamat bagi para caleg DPR RI terpilih lainnya," tukas Gusnar.
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Ketua DPW PKS Provinsi Gorontalo Helmi Adam. "Saya tidak mengikuti sidang dan belum membaca isinya, tapi akan siap melaksanakan putusan itu," kata caleg terpilih di DPRD Provinsi Gorontalo itu.
Selain gugatan tiga parpol tersebut, pada Rabu (25/6) MK juga menolak permohonan calon anggota DPD RI Dapil Gorontalo Umar Karim. Umar menuding adanya pengurangan suara miliknya, serta mempersoalkan calon DPD lainnya Rahmiati Jahja. Rahmi yang juga Istri Bupati Gorontalo itu dianggap memanfaatkan kedudukan suaminya dalam hal pengerahan aparatur pemerintahan, untuk mendongkrak perolehan suara di wilayah tersebut.
Dengan selesainya sengketa pemilu legislatif di MK tersebut, KPU di Gorontalo bisa bernafas lega. Anggota KPU Provinsi Gorontalo Ahmad Abdullah yang hadir dalam pembacaan putusan itu mengungkapkan bahwa permohonan ketiga parpol itu ditolak karena bukti-bukti yang lemah.
"Kami juga mengajukan sejumlah bukti kuat dalam setiap gugatan yang dialamatkan kepada KPU. Proses yang cukup melelahkan, namun kami puas," tandasnya.
Adanya putusan yang dibacakan MK tersebut, lanjutnya, menegaskan bahwa Keputusan KPU Provinsi Gorontalo tentang hasil pemilu legislatif telah benar dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, Anggota Bawaslu Provinsi Gorontalo Darwin Botutihe mengatakan putusan MK tersebut sudah sejalan dengan keterangan tertulis dari pihaknya. Tidak ada perbedaan hasil dengan data yang dimiliki bawaslu dengan termohon atau KPU. Begitu pula dengan prosedur rekapitulasi penghitungan suara dianggap sudah sesuai dengan regulasi yang ada.
Meski demikian, banyaknya permohonan terkait sengketa pemilu yang ditolak oleh MK menimbulkan persepsi yang berbeda dari pakar hukum Arie Duke Widagdo.
Menurutnya putusan MK selama kepemimpinan Hamdan Zulva tidak mengedepankan hak konstitusional seseorang atau parpol yang ingin mencari keadilan. Kondisi itu dinilainya berkebalikan dengan pada saat MK diketuai Mahfud MD.
"MK versi Hamdan menurut penilaian saya terlalu normatif legalistik, artinya ketika ada yang bertentangan dengan ketentuan formal maka sudah bisa dipastikan akan kalah di persidangan. Padahal perlu ada kajian progresif dalam setiap kasus," ujarnya. (*)
Oleh Debby Hariyanti Mano
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014