Jakarta (ANTARA) - Presiden Prabowo Subianto pada Minggu (20/10) malam resmi mengumumkan kabinet kerjanya yang diberi nama Kabinet Merah Putih.

Kabinet yang dibentuk Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka itu akan bekerja dari 2024 hingga 2029.

Sejumlah tokoh politik, akademisi, masyarakat, dan profesional, mengisi di pos kementerian dan lembaga. Untuk kementerian terdapat 48 dengan perincian tujuh menteri koordinator dan 41 menteri teknis.

Selain itu ada pula lima kepala lembaga yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden.

Dari jumlah kementerian atau lembaga tersebut terdapat 56 wakil menteri yang akan bertugas membantu keberlanjutan pemerintahan Republik Indonesia periode 2024-2029.

Salah satu dari 56 orang terdapat Wakil Menteri Hukum yaitu Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej yang merupakan seorang akademisi.

Profil Eddy Hiariej

Edward Omar Sharif Hiariej merupakan seorang guru besar ilmu hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM) kelahiran Kota Ambon, Maluku, pada 10 April 1973.

Pria 51 tahun itu menamatkan jenjang pendidikan S1 pada tahun 1993-1998 di Fakultas Hukum UGM, kemudian melanjutkan studi S2 Ilmu Hukum di universitas yang sama pada 2002 dan lulus 2004.

Karier akademik Eddy semakin berkembang setelah menjabat sebagai asisten wakil rektor bidang kemahasiswaan UGM dari 2002 hingga 2007.

Maret 2008, pria kelahiran Ambon ini menuntaskan disertasinya tentang penyimpangan asas legalitas dalam pelanggaran berat HAM.

Namun siapa sangka, guru besar UGM ini ternyata pernah gagal lulus dalam Ujian Masuk Perguruan Tinggi UGM pada 1992. Saat itu, dia berencana masuk ke Fakultas Hukum di universitas tersebut.

Kegagalan itu menjadi lecutan bagi dirinya hingga akhirnya berhasil lolos pada UMPTN tahun berikutnya.

Setahun berselang setelah menerima gelar doktor, pada 2010 Eddy Hiariej resmi dikukuhkan sebagai guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM). Saat ini Eddy masih mengajar di Fakultas Hukum UGM.

Selain berkiprah di dunia akademik, Eddy Hiariej beberapa kali menjadi ahli pada sejumlah persidangan. Di antaranya ketika menjadi ahli untuk mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada kasus penistaan agama.

Guru besar Ilmu Hukum Pidana itu juga menjadi ahli pada persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden (sengketa Pilpres) 2019 yang diajukan oleh tim kuasa hukum pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Terbaru, pada sengketa Pilpres 2024, Eddy Hiariej diajukan sebagai ahli oleh pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Karier Politik

Eddy Hiariej mulai terjun ke dunia politik pada saat diangkat menjadi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) 2020 oleh Presiden Ke-7 Joko Widodo.

Saat itu, Eddy Hiariej menjadi wakil dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada Kabinet Indonesia Maju.

Dia mengatakan akan berbagi tugas dengan Yasonna. Saat itu, dia akan terlebih dahulu mempelajari dan mengidentifikasi masalah-masalah yang cukup krusial di Kemenkumham untuk kemudian dicari solusinya.

"Saya pasti akan berkoordinasi karena sebagai wamen adalah membantu menteri," kata Eddy di Istana Negara Jakarta, Rabu (23/12/2020).

Setelah menjabat kurang dari tiga tahun, Eddy Hiariej akhirnya mengundurkan diri sebagai Wamenkumham pada tanggal 4/12/2023, hal itu karena yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi oleh komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pada waktu itu, KPK mengklaim telah mengantongi alat bukti yang cukup, dalam penetapan tersangka terhadap Eddy Hiariej.

Tidak terima ditetapkan sebagai tersangka, Eddy Hiariej akhirnya mengajukan sidang gugatan praperadilan terhadap KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Setelah menjalani persidangan yang dipimpin hakim tunggal Estiono, akhirnya pada Selasa (30/1/2024) penetapan tersangka atas Eddy Hiariej oleh KPK diputuskan tidak sah.

Sembilan bulan tidak berkecimpung di dunia politik, Eddy Hiariej akhirnya kembali lagi ketika Presiden Prabowo Subianto mendapuk Wamenkumham periode 2020-2023 menjadi Wakil Menteri Hukum periode 2024-2029.

Pengalaman dan kecerdasan Eddy Hiariej diharapkan dapat menjadikan kementerian tersebut ke arah yang lebih baik lagi.

Pemerintah Prabowo-Gibran memiliki program kerja yang disebut astacita, salah satu poinnya yaitu memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba.

LHKPN Eddy Hiariej

Sebagai pejabat publik Eddy Hiariej telah melaporkan harta kekayaannya melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Elektronik (e-LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dari data di laman resmi elhakpn.kpk.go.id yang diakses pada Senin (21/10) jam 14.45 WIB, tanggal lapor 30 Desember 2022 jumlah total kelayakan Eddy yaitu sekitar Rp20 miliar.

Harta yang dimiliki Wamen Hukum tersebut berupa tanah dan bangunan dengan total Rp23 miliar terdiri dari tanah dan bangunan luas 162 m2/162 m2 di Kabupaten Sleman senilai Rp5 miliar. Tanah dan bangunan seluas 53 m2/53 m2 di Kabupaten Sleman Rp5 miliar.

Tanah dan bangunan seluas 375 m2/375 m2 di Kabupaten Sleman Rp10 miliar, tanah dan bangunan seluas 214 m2/214 m2 di Kabupaten Sleman senilai Rp3 miliar.

Kemudian alat transportasi dan mesin berjumlah Rp1,2 miliar yang terdiri dari mobil merek Honda Odyssey 2014 Rp314 juta, Mini Cooper 5 2015 Rp468 juta, Jeep Cherokee Limited 2014 Rp428 juta.

Sementara untuk harta berupa KAS dan setara KAS Rp1,9 miliar dengan total harta kekayaan yang dilaporkan yaitu Rp26,1 miliar.

Sedangkan untuk total hutang Wamen Hukum Eddy Hiariej yaitu Rp5,4 miliar, sehingga total harta kekayaan yang dimiliki Rp20 miliar.

Baca juga: Eddy Hiariej sebut permohonan AMIN dan Ganjar-Mahfud bukan wewenang MK

Baca juga: Timnas AMIN ajukan keberatan Eddy Hiariej jadi ahli Prabowo-Gibran

Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2024