Jakarta (ANTARA) - Ketika mengumumkan nama-nama wakil menterinya pada Minggu (20/10) malam, Presiden Ke-8 Indonesia Prabowo Subianto menyebut Arif Havas Oegroseno sebagai salah satu Wakil Menteri Luar Negeri.

Pernyataan ini cukup mengejutkan karena Havas, sapaan karib diplomat karier itu, tidak pernah terlihat hadir ketika pemanggilan para calon menteri dan calon wakil menteri ke kediaman Prabowo di Kertanegara pada 14--15 Oktober lalu atau beberapa hari sebelum Prabowo resmi dilantik sebagai Presiden.

Havas, bersama dua wamenlu lainnya, yakni Wakil Tetap RI untuk PBB Arrmanatha Nasir dan Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta, ternyata dipilih Prabowo untuk membantu Sugiono—Wakil Ketua Umum Partai Gerindra yang ditunjuknya menjadi Menteri Luar Negeri.

Rupanya, ketidakhadiran Havas dalam pemanggilan para menteri dan calon menteri maupun ketika namanya diumumkan oleh Prabowo di Istana Negara pada Minggu malam cukup beralasan.

Prabowo menyebut Havas masih dalam perjalanan kembali ke Tanah Air.

Sejak 2018, Arif Havas Oegroseno menjalankan tugas sebagai Duta Besar RI untuk Jerman.

KBRI Berlin merupakan pos keduanya setelah pada 2010--2015 dia menjabat Dubes RI untuk Belgia, Luksemburg, dan Uni Eropa yang berkedudukan di Brussels.

Pria kelahiran 12 Maret 1963 itu juga pernah menduduki beberapa posisi strategis sebagai Wakil Menteri Koordinator bidang Kemaritiman (2015--2018), Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri (2007--2010), dan Direktur Perjanjian Politik, Keamanan dan Kedaulatan Teritorial Kemlu (2003-2007).

Havas, yang berasal dari Semarang, Jawa Tengah, menyelesaikan pendidikan S-1 di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro pada 1986.

Pada 1992, ia kemudian melanjutkan studi ke Harvard Law School di AS, mengambil jurusan hukum publik internasional dan dianggap sebagai sarjana terkemuka dalam hukum laut internasional dan kebijakan kelautan di Asia.

Havas adalah arsitek pembentukan Forum Negara Pulau dan Kepulauan (AIS Forum) yang bertujuan mengatasi perubahan iklim yang mempengaruhi semua negara kepulauan.

Dia meluncurkan negosiasi global tentang kejahatan dalam industri perikanan serta merupakan arsitek kebijakan kelautan Indonesia pertama yang merupakan yang pertama di Asia Tenggara, dan sedikit di antara yang lain di Asia.

Havas berperan penting dalam perancangan Rencana Aksi Nasional dalam Memerangi Sampah Plastik Laut, Rencana Aksi ASEAN, dan juga Rencana Aksi KTT Asia Timur tentang masalah serupa.

Pada 2010-2011, Havas menjadi Presiden Pertemuan Ke-20 dari 162 negara pihak Konvensi Hukum Laut PBB (SPLOS) di New York.

Dia pun pernah berperan sebagai Chief Negotiator Perjanjian Perbatasan, Perjanjian Ekstradisi, Perjanjian MLA, dan Perjanjian Keamanan RI-Australia—Resolusi World Ocean Conference, Manado (2009).

Pada 2007-2010, Havas menjadi Ketua Delegasi RI Submisi Ekstensi Landas Kontinen Indonesia ke PBB.

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024