Jakarta (ANTARA) - Pakar Komunikasi Digital dari Universitas Indonesia (UI), Firman Kurniawan, menyoroti potensi besar sekaligus tantangan yang dihadirkan oleh kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam sektor pendidikan.
Menurutnya, AI dapat membantu guru merancang materi pembelajaran secara lebih efektif dan menarik, termasuk mengubah materi yang tadinya berbasis tertulis atau teks menjadi bentuk audio-visual yang lebih mudah dipahami siswa.
"AI juga bisa memetakan gaya belajar siswa. Dengan analisis tugas-tugas yang diberikan, AI bisa mengidentifikasi apakah siswa lebih cepat belajar melalui audio, visual, atau studi kasus. Ini memungkinkan guru untuk menyesuaikan metode pengajaran," kata Firman saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.
Baca juga: Algoritma berbasis AI bantu temukan lima planet kecil
Namun, Firman juga mengingatkan adanya ancaman jika AI digunakan tanpa panduan yang tepat dan siswa yang bergantung pada AI untuk menyelesaikan tugas seperti esai atau karangan tanpa pemahaman mendalam berisiko mengalami keterhambatan perkembangan kognitif.
Kebiasaan anak memanfaatkan AI dalam mengerjakan tugas juga bisa menghambat pembentukan kemampuan berpikir kritis mereka.
Oleh karena itu, Firman menegaskan pentingnya pengembangan kemampuan dasar terlebih dahulu sebelum siswa diizinkan menggunakan AI.
"Kemampuan mengartikulasikan ide dan gagasan harus terbangun dengan baik. Penggunaan AI yang efektif juga membutuhkan keahlian dalam merumuskan prompt yang tepat. Jika kemampuan ini tidak terbentuk, hasil dari AI akan jauh meleset dari tujuan pembelajaran," ungkapnya.
Lebih lanjut, Firman juga menyoroti pentingnya pengawasan dalam penggunaan AI oleh siswa.
Alat pendeteksi penggunaan AI seperti GPT-Zero dan Turnitin dapat membantu para guru mengidentifikasi siswa yang menggunakan AI secara tidak bertanggung jawab.
Namun, Firman menekankan bahwa AI harus diintegrasikan dengan bijak dalam pendidikan, dengan batasan yang jelas mengenai kapan dan bagaimana penggunaannya.
"AI dalam pendidikan boleh digunakan secara luas, tetapi para guru dan perancang kurikulum harus paham tahapan-tahapannya. Penggunaan AI tidak boleh menjadi semacam 'kucing-kucingan'. Penting untuk memahami potensi bias dan kesalahan yang mungkin terjadi dalam proses AI, agar hasil pembelajaran tetap sesuai dengan tujuan yang diinginkan," ujar Firman.
Baca juga: Kenali manfaat dan tantangan yang dihadirkan kecerdasan buatan
Baca juga: Kemenkominfo ajak industri bahas pemanfaatan AI untuk ekonomi digital
Baca juga: Manfaat Generative AI untuk pertumbuhan bisnis
Pewarta: Putri Hanifa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024