Tianjin (ANTARA) - Dalam waktu dua jam tujuh menit, Li Zezhou, pelari berusia 17 tahun yang menyandang gangguan penglihatan dengan disabilitas tingkat dua, berhasil melewati garis finis Tianjin Marathon 2024 pada Minggu (20/10) dan menyelesaikan kategori setengah maraton (half marathon) pertamanya.
"Meskipun saya tidak bisa melihat, sorak-sorai dari penonton membuat saya senang. Berkat dukungan dari para pelari pendamping saya, lomba berjalan lancar," ujar Li, siswa Sekolah Tunanetra Tianjin. Dia berpartisipasi dalam ajang tersebut bersama lima pelari lainnya yang juga penyandang gangguan penglihatan.
Yan Zhuang, kepala proyek lari untuk kesejahteraan masyarakat dari Yayasan Palang Merah Tianjin, mengadakan perayaan bagi para pelari penyandang gangguan penglihatan tersebut di garis finis.
"Terlepas dari hasilnya, mereka telah menaklukkan diri mereka sendiri," kata Yan.
Bagi penyandang gangguan penglihatan, mengatasi ketakutan mereka adalah langkah paling penting. Oleh karena itu, Yayasan Palang Merah Tianjin merekrut beberapa pelari pendamping berpengalaman dan secara teratur menyelenggarakan sesi latihan khusus di Sekolah Tunanetra Tianjin sebelum ajang tersebut digelar.
Yan menambahkan bahwa seorang pelari penyandang gangguan penglihatan biasanya didampingi oleh setidaknya tiga pelari lainnya. Pelari pendamping paling penting adalah pelari pemandu utama yang memegang tali pemandu, yang perlu memberikan isyarat kepada pelari penyandang gangguan penglihatan untuk mempercepat lari, memperlambat lari, dan berbelok melalui isyarat verbal maupun fisik. Dua pelari lainnya bertanggung jawab atas perlindungan dan perbekalan di bagian depan dan belakang.
"Di lingkungan yang asing, kamilah mata mereka. Mereka memercayakan hati mereka kepada kami. Kami saling percaya satu sama lain," kata Wang Lan, seorang pelari pendamping yang telah berpengalaman selama empat tahun.
Ini merupakan kali pertama bagi perempuan itu untuk menjadi pelari pendamping bagi penyandang gangguan penglihatan. Pengalaman ini memberinya pemahaman yang lebih mendalam tentang komunitas penyandang gangguan penglihatan.
"Sebelumnya, saya tidak pernah menyangka bahwa penyandang tunanetra, yang menghadapi banyak kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, juga bisa berlari maraton," katanya.
Cai Cheng, seorang pria penyandang gangguan penglihatan yang lahir pada 1990-an dan mengepalai sebuah perusahaan jasa rumah tangga, menyelesaikan kategori half marathon pertamanya dengan catatan waktu tiga jam lima menit.
"Saya hanya memiliki waktu dua bulan untuk latihan maraton terstruktur, dan saya berutang budi pada Wang dan para pelari pendamping lainnya," ujar Cai, seraya mengakui bahwa dirinya jarang memiliki kesempatan untuk berolahraga.
Bagi peserta maraton, tingkat antusiasme tertentu dapat meningkatkan performa, tetapi bagi pelari pemula seperti Cai, terlalu antusias dapat menghambat kemajuan. Sebelum lomba, Cai merasakan ketidaknyamanan pada kakinya, tetapi dia bertekad untuk terus maju.
"Jika saya berhenti di tengah jalan, tidak adil bagi para pelari pendamping yang telah mendukung saya sepanjang lomba. Saya harus menyelesaikan lomba untuk mereka," kata Cai.
Untuk membantu Cai menjaga kecepatannya, Wang dan para pelari pendamping lainnya terus mengajaknya bicara, menyemangatinya, dan membantunya untuk fokus.
"Sambil memegang tali pemandu, rasa takut dan tegang yang awalnya saya rasakan menghilang, dan pada kilometer-kilometer terakhir, saya sudah melupakan rasa tidak nyaman di tubuh saya," imbuh Cai.
Setelah melewati garis finis, Cai dan para pelari yang mendampinginya berpelukan hangat.
"Saya biasanya berfokus pada hasil saya, tetapi kali ini, saya mendedikasikan seluruh energi saya untuk mendukung orang lain. Rasanya sangat berbeda. Ini merupakan tantangan untuk mengatur kecepatan saya sendiri sambil menyemangati orang lain," kata Wang
"Dalam perlombaan ini, banyak orang datang untuk menyemangati para pelari penyandang gangguan penglihatan, yang menunjukkan bahwa semakin banyak orang memperhatikan para penyandang gangguan tersebut yang berjuang untuk menjalani hidup mereka. Kita juga harus mempertimbangkan apa lagi yang bisa kita lakukan untuk mereka. Mungkin, kita bisa mulai dengan memastikan bahwa jalur khusus tunanetra bebas dari rintangan," imbuh Wang.
Pewarta: Xinhua
Editor: Ade irma Junida
Copyright © ANTARA 2024