Nanchang (ANTARA) - Desainer asal Belanda, Johannes Gille, membuat kap lampu keramik di Jingdezhen, "ibu kota porselen" yang terkenal di dunia di Provinsi Jiangxi, China timur.
"Secara historis, porselen biru dan putih dari Jingdezhen menginspirasi Keramik Delft yang terkenal di kota kelahiran saya," ujar Gille di Taoxichuan International Studio yang terletak di kota itu.
"Saya berkolaborasi dengan para perajin lokal untuk menghidupkan pola biru dan putih tradisional, dan saya tidak sabar untuk memamerkan karya-karya ini di studio desain saya di Delft," katanya.
Jingdezhen telah lama menjadi jembatan budaya, dengan porselennya yang menjadi komoditas penting dalam rute perdagangan sejak abad ke-16. Kini, kota tersebut berkembang menjadi oasis budaya dan menarik berbagai talenta dari seluruh dunia.
Kadang kala, sebanyak 5.000 kreator asing bekerja dan tinggal di Jingdezhen. Masuknya para perajin global, yang sering disebut sebagai "Yangjingpiao," telah mengubah kota ini menjadi kancah lebur (melting pot) dari beragam ide dan budaya.
Park Ju-hee dari Korea Selatan menjadikan Jingdezhen sebagai rumahnya. Sebelum menetap di kota itu, dia bekerja sebagai arsitek di sejumlah kota seperti Beijing dan Hangzhou setelah lulus dari Universitas Tsinghua.
Karya keramik terbarunya terinspirasi oleh perubahan musim di alam dengan menerapkan teknik lilit pilin.
"Lingkungan Jingdezhen sangat ideal untuk karya saya," ungkapnya, seraya menekankan betapa berharganya komunitas seni yang memacu kreativitasnya dan lingkungan kota tersebut yang ramah bagi perusahaan rintisan.
Gille menambahkan bahwa di Eropa, cetakan porselen khusus jauh lebih mahal dan membutuhkan pengaturan yang lebih rumit dibandingkan dengan proses di Jingdezhen, di mana semuanya bisa diatur hanya dengan beberapa kali panggilan telepon.
Seniman keramik asal Spanyol, Jaume Ribalta, merangkul gaya hidup pedesaan di pinggiran kota tersebut.
Dia menyewa sebuah rumah pertanian di Xianghu, tempat dia mendirikan studionya. Jaume memadukan pola keramik hitam putih dari kampung halamannya di Barcelona dengan teknik biru putih Jingdezhen yang sangat indah.
Setelah dua setengah tahun di Jingdezhen, dirinya telah membuat 50 mangkuk berpenutup, 40 cangkir teh, dan 10 poci, yang semuanya terjual habis, membantunya menavigasi tahap awal yang penuh tantangan dalam bisnisnya.
"Keramik kontemporer sering kali menampilkan seniman yang bekerja secara independen, tetapi di Jingdezhen, para perajin menekankan kolaborasi," kata Ribalta.
Dia menyebutkan bahwa setiap langkah dari proses produksi, mulai dari pembuatan cetakan hingga pengecatan manual dan pembakaran, terbuka untuk para pendatang baru, dengan dukungan puluhan perajin lokal yang berpengalaman.
Di Jingdezhen, semangat kolaborasi di antara para perajin menumbuhkan lingkungan kreatif yang khas dan sulit ditemukan di tempat lain, imbuh Ribalta.
Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2024