"Istilah galau mengacu kepada jumlah pemilih yang belum menentukan pilihannya, ditambah dengan pemilih pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang masih ragu dan pemilih Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang juga masih ragu," kata peneliti LSI Fitri Hari kepada pers di Jakarta, Kamis.
Survei LSI menyebutkan elektabilitas pasangan Jokowi-JK (45 persen), sedangakan elektabilitas pasangan Prabowo-Hatta (38,7 persen) sehingga terdapat selisih dukungan atas dua calon presiden itu hanya 6,3 persen.
"Siapa yang menang dan kalah dalam pemilu presiden adalah pasangan yang paling berhasil memenangkan hati dan pikiran sebanyak 32,2 persen pemilih 'galau' tersebut," kata Fitri.
Survei LSI tersebut dilakukan di 1--9 Juni 2014 dengan metode penelitian "multistage random sampling". Total responden 2.400 pemilih di 33 propinsi. Responden diwawancari tatap muka dan tingkat kesalahan sekitar 2 persen Survei itu juga dilengkapi riset kualitatif melalui FGD, depth interview dan media analisis.
Menurut Fitri, dari hasil survei itu, Jokowi dipilih oleh 45 persen responden, namun sebanyak 8,1 persen diantaranya masih ragu. Sementara Prabowo didukung oleh 38,7 persen responden, sebesar 7,8 persen diantaranya menyatakan masih ragu. Sedangkan massa mengambang sebesar 16,3 persen.
"Dalam momen 13 hari ini mereka akan mengambil sikap jika pemilih dipilah ke dalam aneka segmen masyarakat, Jokowi-Jusuf Kalla dan Prabowo-Hatta saling mengalahkan," katanya.
Dalam survei disebutkan pasangan Jokowi menang di pemilih perempuan (48,10 persen versus 33,8 persen). Sementara pasangan prabowo menang di pemilih pria (43,20 persen versus 42,70 persen). Jokowi menang di pemilih dengan tingkat pendidikan menengah dan rendah ( 45-48% versus 34-42%). Prabowo menang di pendidikan tinggi (43,70% vs 38,10%). Jokowi menang di komunitas NU (46,20% versus 40,20%). Prabowo menang di komunitas Muhammadiyah (48,60% vs 42,90%).
Jokowi juga masih menang di pemilih Jawa (47,60% versus 35,20%). Namun Prabowo menang di pemilih Sunda (51,60% versus 40,90%). Kini Prabowo menang di Provinsi Jabar (51,20% vs 42,60%). Tapi Jokowi menang di 6 propinsi besar lainnya: Banten, DKI, Jatim, Jateng, Sumut dan Sulsel, dengan selisih sekitar 5%-10%.
Jokowi dianggap lebih peduli dengan rakyat (84,6% versus 64,2%) dan lebih jujur (76,5% versus 61,3%). Namun Prabowo dianggap pemilih lebih pintar (85,2% versus 81,1%) dan lebih tegas (78% versus 69,7%).
Fitri menjelaskan, dalam dua bulan terakhir, jumlah dukungan Jokowi menurun mencolok di kantong besar suara: di komunitas NU, berpendidikan tinggi, beragama Islam, pemilih lelaki dan di Jawa Barat. Prosentase pemilih Jokowi yang "pindah ke lain hati" sebesar sekitar 5-10 persen. Di komunitas itu, Prabowo mengalami kenaikan sekitar 5-10% juga.
Kedua pasangan masih mungkin saling mengalahkan. Jokowi akan tetap menang jika ia bisa mengambi kembali pendukungnya yang pindah ke Prabowo. Sebaliknya Prabowo akan menyalip Jokowi jika ia bisa menaikkan dukungannya sekitar 5-15 persen lagi segmen pemilih besar yang kini ia masih kalah: segmen perempuan, wong cilik, komunitas NU, pemilih berpendidikan rendah, pemilih muslim, dan pemilih di Jatim.
"Dengan membaca trend pertumbuhan dukungan capres dan cawapres, selisih kemenangan pada 9 Juli 2014 potensil hanya kecil saja. Mungkin selisih kemenangan itu hanya di bawah 5%, siapapun pemenangnya," demikian Fitri Hari.
Pemilu Presiden, 9 Juli 2014 diikuti dua pasangan capres dan cawapres, yaitu pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.(*)
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014