Defend ID merupakan holding lima BUMN sektor pertahanan yang terdiri atas PT Len Industri sebagai perusahaan induk, dan PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, dan PT Dahana. Holding itu diresmikan langsung oleh Presiden Jokowi pada 2 Maret 2022, dan sejak pendiriannya itu, Defend ID mengincar untuk masuk dalam Top 50 Global Defence Company. Bobby pada sesi jumpa pers itu menyebut posisi Defend ID pada 2024 ada di urutan ke-76, naik 10 peringkat jika dibandingkan dengan posisinya pada 2022 yaitu urutan ke-86.

Demi mewujudkan itu, membangun kemandirian industri pertahanan dalam negeri pun menjadi misi utama Defend ID. Dalam beberapa proyek pengadaan alutsista dari luar negeri, misalnya dalam pembelian radar GCI buatan Thales, Bobby menyebut perakitan akhirnya dikerjakan di Len Techno Park di Subang, Jawa Barat. Terkait itu, PT Len juga mampu memproduksi komponen utama radar yang disebut Octopack.

Sementara dari pembelian pesawat terutama dari Airbus Helicopters, PT Dirgantara Indonesia juga terlibat dalam perakitan, pembuatan beberapa komponen, serta pemeliharaan dan perbaikan (MRO). Pasalnya, PT DI saat ini telah memiliki fasilitas perakitan yang disebut Helicopter Completion Assembly, kemudian di PT DI Aerostructure, perusahaan itu juga masuk dalam rantai pasok komponen pesawat-pesawat Airbus, khususnya untuk tail boom, ekor, dan fuselage. Kemudian untuk kemampuan PT PAL, galangan kapal plat merah itu juga terlibat dalam membangun kapal selam KRI Alugoro-405 di Surabaya bekerja sama dengan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering Co Ltd (DSME). PT PAL pun saat ini dalam proses membangun dua fregat bekerja sama dengan Babcock Inggris yang proyeknya disebut dengan nama Fregat Merah Putih.

Bobby mengungkap desain Fregat Merah Putih pun dikerjakan bersama-sama oleh PT PAL, Babcock, dan Turki -- mengingat untuk persenjataan kapal direncanakan bakal bekerja sama dengan Rocketsan. "Kita bangga karena tidak membeli lisensi, tetapi kita melahirkan desain sendiri," kata Bobby.


Pekerjaan rumah ke depan

Direktur Operasional Defend ID Tazar Marta Kurniawan, dalam acara diskusi bersama beberapa media bidang pertahanan di Jakarta bulan ini, pun menyebut pembentukan holding pertahanan itu menjadi salah satu pencapaian pemerintahan Presiden Jokowi dalam 10 tahun terakhir. Pasalnya, keberadaan holding membuat kelembagaan industri pertahanan plat merah semakin unggul tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di kawasan, dan dunia.

Namun, dia yakin ke depan tata kelola industri pertahanan dan pengadaan alutsista masih perlu dibenahi untuk menjadi lebih baik. Beberapa pembenahan yang menurut dia perlu dilakukan, di antaranya transformasi kelembagaan dan membentuk desain besar (grand design) arsitektur industri pertahanan. Keduanya, dia berpendapat dibutuhkan demi menghimpun kekuatan baik itu industri, lembaga penelitian dan pengembangan, ataupun kampus, sehingga kemampuan memproduksi dan berinovasi itu tidak tercecer.

Di negara-negara seperti Korea Selatan, Turki, Perancis, dan Uni Emirat Arab, ada satu lembaga negara yang memang ditugaskan khusus untuk membangun dan mengonsolidasikan pengadaan alutsista dan alat pertahanan dan keamanan (alpahankam), membangun industri pertahanan dalam negeri, dan menghimpun berbagai inovasi yang dibuat oleh industri dan lembaga lain.

"Terkadang, inovasi sedikit di sana, inovasi sedikit di sini, inovasi itu ada di mana-mana, tetapi tidak terkompilasi dengan baik sehingga kedalaman teknologinya itu kurang, karena sepotong-sepotong," kata Tazar.

Oleh karena itu perlu ada pemetaan lengkap terhadap potensi industri pertahanan di dalam negeri yang mencakup keseluruhan tingkatan mulai dari tier-1 industri alat utama, tier-2 industri komponen utama, tier-3 industri komponen, dan tier-4 industri bahan baku. Tazar menilai kemandirian industri pertahanan membutuhkan ekosistem yang saling menghubungkan antarkelompok industri itu.

Dalam kesempatan terpisah, ahli pertahanan Curie Maharani Savitri pun setuju perlu ada transformasi kelembagaan, misalnya, dengan membentuk lembaga yang mengorkestrasi pengadaan alutsista dan alpahankam sehingga terintegrasi dengan pengembangan industri pertahanan dalam negeri. Dia menyebut ada beberapa model kelembagaan yang dapat dicontoh oleh Indonesia, misalnya di Inggris lembaga yang mengurusi logistik, pemeliharaan, dan riset disatukan.

"Kemudian di Turki ada SSB, di Korea Selatan ada DAPA, memang penting untuk menyatukan pengadaan dengan yang diproduksi oleh industri. Selama ini, industri memproduksi tetapi belum tentu dibutuhkan. Jadi ke depan, saya rasa penting untuk punya badan baru yang memperkuat hubungan antara pengadaan dengan kemampuan industri dalam negeri," kata Curie.

Di Indonesia, ada Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang dapat menjadi cikal bakal untuk membentuk lembaga seperti SSB, DAPA, ataupun lembaga superbody, seperti Tawazun di Uni Emirat Arab. Pasalnya, secara struktur kelembagaan, KKIP dipimpin langsung oleh Presiden RI dibantu dua wakilnya Menteri Pertahanan dan Menteri BUMN, kemudian beranggotakan pimpinan dari 11 kementerian/lembaga. Kerja KKIP yang terdiri atas Presiden dan para pembantunya itu dibantu oleh tim pelaksana dan tim ahli.

"Selama ini yang beraktivitas di bawah ini (tim pelaksana dan ahli, red.), tetapi yang di atas (Presiden dan para menteri, red.) jarang bertemu. Padahal, menurut undang-undang, Presiden memimpin pertemuan KKIP dua kali setahun. Jadi, yang atas ini kalau dia aktif, maka KKIP will be on steroids," kata Curie.

Di samping itu, Curie menilai KKIP juga membutuhkan penguatan (reinforcement) dari sisi kelembagaan, kemudian menambah daftar sasaran kerja KKIP yang tidak sebatas TNI dan Polri, tetapi juga badan-badan lain seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan lembaga lainnya yang punya pengadaan alpahankam. Kemudian, dia meyakini perlu ada penguatan dari sisi regulasi, salah satunya Undang-Undang Industri Pertahanan.

Tentunya, pekerjaan rumah itu diharapkan akan dilanjutkan oleh pemerintahan selanjutnya yang dipimpin oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Pasalnya, penguatan pertahanan negara membutuhkan investasi yang sifatnya jangka panjang dan berkelanjutan.

Ibarat lomba lari estafet, tongkat untuk lanjut membangun kekuatan pertahanan Indonesia tidak boleh berhenti di tengah-tengah, tetapi harus selalu dibawa lari hingga mencapai titik akhir di garis finis.

Artikel ini merupakan bagian dari Antara Interaktif Vol. 86 Orkestrasi Jokowi. Selengkapnya bisa dibaca Di Sini


Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024