"Permintaan dolar AS yang tinggi untuk keperluan impor menjelang bulan puasa serta ketidakpastian politik menjelang pemilu presiden, ditambah kenaikan harga minyak dunia akibat konflik di Irak masih terus menjadi sentimen negatif bagi mata uang rupiah," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Rabu.
Selain itu, ujarnya, faktor kekhawatiran terhadap defisit neraca perdagangan Indonesia juga masih menjadi ketakutan investor untuk memegang rupiah meski pemerintah optimistis neraca keuangan Indonesia akan surplus.
Di sisi lain, lanjut dia, data-data ekonomi Amerika Serikat seperti meningkatnya angka penjualan rumah dan tingkat kepercayaan konsumen Amerika Serikat memberi sinyal bahwa pemulihan ekonomi AS berlanjut.
"Kondisi itu mendorong permintaan terhadap dolar AS meningkat dan menekan mayoritas mata uang dunia," katanya.
Ia mengemukakan bahwa mata uang Indonesia telah turun ke level terendah terhadap dolar AS sejak bulan Februari tahun ini.
Kendati demikian, menurut Ariston Tjendra, melemahnya nilai tukar rupiah itu diharapkan dapat membantu peningkatan eskpor domestik.
Sementara itu kurs tengah Bank Indonesia pada hari Rabu ini (25/6), tercatat mata uang rupiah bergerak melemah menjadi Rp12.027 dibandigkan posisi sebelumnya Rp12.000 per dolar AS.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014