Solo (ANTARA News) - Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Agung Laksono, menegaskan, Pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan ekonomi Indonesia, pascapengembalian utang Indonesia kepada IMF. "Dengan pelunasan utang tersebut, Pemerintah diminta untuk meninjau ulang kebijakan ekonomi Indonesia, yang selama ini selalu mengekor kepada IMF," kata Agung yang juga merupakan Ketua DPR dalam sambutan safari Ramadan 1427 H, di Kantor DPD tingkat II Partai Golkar, di Solo, Jateng, Senin malam. Menurut dia, pelunasan utang kepada IMF merupakan kebijakan yang menggembirakan. Pemerintah, lanjut dia, harus mulai menentukan kebijakan sendiri yang tidak merugikan, karena selama ini kebijakan Pemerintah yang mengekor kepada IMF adalah kebijakan yang terlalu mengikat, tidak menguntungkan serta tidak mendidik. Namun, Agung mengungkapkan, total utang yang masih harus ditanggung Indonesia sebesar Rp1.400 triliun, Rp650 triliun di antaranya merupakan tanggungan dari Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dibawa kabur. Di samping itu, Agung juga menyoroti dua sektor penting dalam APBN, yaitu pendidikan dan kesehatan, yang dinilai besar anggarannya masih kurang memuaskan. Agung menyatakan kekecewaannya terhadap anggaran pendidikan dalam APBN yang belum mencapai 20 persen. "Saat ini baru sekitar 10,2 persen, jika ditambah dengan anggaran pendidikan di tiap-tiap departemen, paling hanya bertambah sekitar satu hingga dua persen," ujarnya. Dia mengharapkan Pemerintah segara merealisasikan 20 persen anggaran tersebut, sesuai kesepakatan dengan DPR dan sesuai UUD 1945. Meskipun diakui Agung, untuk merealisasikanya sangat sulit, karena jika direalisasikan, akan mengganggu anggaran sektor lainnya. Oleh karena itu, menurut dia, Depdiknas diminta mempersiapkan diri, untuk menggunakan anggaran tersebut secara efektif dan efisien. Selain itu, lanjut dia, juga harus diperhatikan anggaran untuk sektor kesehatan. "Sesuai dengan rekomendasi WHO, anggaran untuk kesehatan setidaknya harus mencapai sekitar 15 persen dari APBN, namun posisi saat ini baru sekitar 2,6 persen," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006