Ternyata matahari dan bulan itu dijadikan rujukan dalam mengukur posisinya harus di sebelah mana
Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Antonia Rahayu Rosaria Wibowo mengungkapkan benda langit seperti matahari dan bulan berperan penting dalam proses pembangunan Candi Prambanan.
"Matahari dan bulan itu memainkan peran penting dalam pembangunan mandalanya Candi Prambanan. Mandala ini semacam denah lantai, jadi sebelum bangun sebuah candi ternyata orang-orang yang bangun candi bikin denahnya dulu," kata Antonia dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Antonia menjelaskan, posisi matahari dan bulan dimanfaatkan sebagai pedoman oleh masyarakat Jawa kuno dalam menyusun denah pembangunan candi. Penelitian sebelumnya terkait Candi Prambanan, paparnya, menyimpulkan bahwa terdapat 23 titik koordinat bulan dan lima titik koordinat matahari yang dijadikan rujukan dalam pembangunan candi tersebut.
"Ternyata matahari dan bulan itu dijadikan rujukan dalam mengukur posisinya harus di sebelah mana," imbuhnya.
Antonia juga menyebutkan bahwa selain dijadikan tempat ibadah, Candi Prambanan juga dimanfaatkan oleh masyarakat pada masa itu sebagai tempat mengamati benda langit yang menjadi pedoman waktu bagi mereka untuk melakukan sebuah kegiatan.
"Masa lalu kan tidak ada jam seperti sekarang, jadi mereka menggunakan benda langit untuk menentukan kehidupan di bumi, salah satunya adalah melalui situs itu," paparnya.
Dalam kesempatan terpisah, Antonia mengungkapkan potensi studi astronomi terhadap budaya masa lampau atau arkeoastronomi untuk meneliti hubungan antara benda langit dan kebudayaan masyarakat di masa lalu.
Arkeoastronomi masih merupakan kajian baru di Indonesia, namun studi ini memiliki potensi besar mengingat Indonesia memiliki kekayaan warisan budaya yang tersebar di berbagai daerah.
"Saya percaya bahwa arkeoastronomi dapat memberikan kebaruan dalam memahami peninggalan masa lalu seperti candi, manuskrip, serta tradisi lisan terkait langit,” ujarnya.
Ia memaparkan, banyak peninggalan sejarah di Indonesia mengandung informasi tentang bagaimana nenek moyang memandang dan memaknai langit. Oleh karena itu, menurutnya arkeoastronomi merupakan pendekatan yang relevan untuk diterapkan di Indonesia.
Dengan berkembangnya studi arkeoastronomi, Indonesia berpotensi menjadi pusat kajian yang penting dalam memahami sejarah, budaya, dan bagaimana nenek moyang memaknai langit.
"Jika Indonesia dapat lebih mengembangkan studi arkeoastronomi, saya yakin kita dapat berperan lebih aktif di dunia internasional,” katanya.
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024