Sabar saja, semua ada waktunya. Penahanan Ilham akan dilakukan setelah pemberkasannya sampai 60 persen karena masa penahanan maksimal itu hanya 120 hari,"

Makassar (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyatakan belum akan menahan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin karena pemberkasannya belum mencapai 60 persen.

"Sabar saja, semua ada waktunya. Penahanan Ilham akan dilakukan setelah pemberkasannya sampai 60 persen karena masa penahanan maksimal itu hanya 120 hari," ujarnya di Makassar, Selasa.

Abraham Samad yang menjadi pembicara dalam diskusi 8 Agenda Antikorupsi bagi Presiden 2014-2019 di Hotel Gramd Clarion Makassar itu mengatakan perkara dugaan korupsi mantan Wali Kota Makassar itu masih bergulir di KPK.

Hanya saja, dirinya tidak memberikan rincian atau progres dari penyelidikan dari dugaan kasus tindak pidana korupsi kerja sama rehabiliasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012.

Dia menjelaskan, belum ditahannya mantan wali kota Makassar tersebut, adalah untuk menghindari kemungkinan bebas demi hukum yang bisa saja terjadi, jika penahanan dilakukan lebih dari 120 hari.

"Jika Ilham ditahan dan telah mencapai batas maksimal penahanan atau sampai 120 hari kemudian dan berkasnya belum rampung, maka tersangka harus bebas demi hukum," kata dia.

Disebutkannya, KPK sampai saat ini belum mengeluarkan surat perintah penahanan untuk tersangka kasus dugaan korupsi PDAM Kota Makassar yang ditetapkan pada 7 Juli 2014 itu.

Namun, dia berjanji pihaknya akan membawa kasus tersebut sampai ke pengadilan, namun proses pemeriksaannya tetap harus menunggu giliran karena kasus korupsi yang ditangani oleh penyidik KPK cukup banyak, sehingga harus diselesaikan satu persatu.

"Pasti akan sampai ke pengadilan karena KPK tidak kenal SP3 (surat perintah penghentian penyelidikan). Untuk pemeriksaannya, nanti kita tunggu giliran karena penyidik KPK cuma ada 80 orang, sedangkan kasus yang ditangani cukup banyak," lanjutnya.

Saat ditanya mengenai surat penetapan sebagai tersangka yang belum diterima oleh pihak Ilham, Abraham mengatakan, KPK tidak wajib mengirimkan surat penetapan tersebut.

"Kita tidak wajib mengirimkan surat penetapan. Yang pasti kasusnya masih berlanjut dan nanti kita lihat perkembangannya," ucapnya.

Sebelumnya, KPK menetapkan Wali Kota Makassar Ilham Arif Sirajuddin sebagai tersangka dugaan kasus tindak pidana korupsi kerja sama rehabiliasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012.

Pasal yang disangkakan, yakni Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 mengenai perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya dalam jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.

Selain Ilham Arif Sirajuddin, KPK juga menetapkan Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar Hengky Widjaja sebagai kasus yang sama dan disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1.

Badan Pemeriksa Keuangan pada tanggal 8 November 2012 sudah menyerahkan data hasil audit perusahaan milik Pemkot Makassar itu kepada KPK. Hasil audit tersebut adalah ditemukan potensi kerugian negara dari kerja sama yang dilakukan PDAM dengan pihak swasta hingga mencapai Rp520 miliar.

Keempat perusahaan tersebut adalah PT Traya Tirta Makassar (Rp38,1 miliar), PT Bahana Cipta dalam rangka pengusahaan pengembangan instalasi pengolahan air (IPA) V Somba Opu (Rp455,25 miliar).

Kerja sama dengan PT Multi Engka Utama dalam pengembangan sistem penyediaan air minum atas pengoperasian IPA Maccini Sombala tahun 2012-2036 dengan nilai investasi sebesar Rp69,31 miliar dan kerja sama antara PDAM Makassar dan PT Baruga Asrinusa Development dengan potensi kerugian sebesar Rp2,6 miliar.

(T.KR-MH/E001)

Pewarta: Muh Hasanuddin
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014