Pasien henti jantung kerap mengalami kerusakan otak yang parah, yang menjadi penyebab utama kematian. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa hanya dalam hitungan detik setelah henti jantung, suplai oksigen otak akan terkuras habis, yang menyebabkan hilangnya kesadaran seketika.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa otak hanya dapat menoleransi kerusakan iskemik selama lima hingga delapan menit, yang menyebabkan rendahnya tingkat keberhasilan resusitasi pada pasien henti jantung.
Secara rinci, penelitian itu menggunakan seekor babi yang sudah mengalami kematian peredaran darah sebagai subjek percobaan.
Setelah memisahkan otak babi dari tubuhnya, para peneliti menghubungkan otak tersebut ke sistem eksternal pendukung kehidupan melalui intubasi, sehingga menciptakan sistem yang mendukung resusitasi otak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa otak babi tersebut berhasil "dihidupkan kembali," dengan fungsi otak yang dipulihkan dan vitalitas yang dipertahankan.
Sistem ini tidak hanya melibatkan komponen-komponen untuk jantung artifisial dan paru-paru artifisial, tetapi juga menggunakan teknologi perfusi darah normotermik (normothermic blood perfusion) untuk mengawetkan lever babi yang masih hidup, sehingga mengalirkan sirkulasi darah yang segar, teroksigenasi, serta stabil secara metabolis ke otak babi yang terisolasi.
Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan bantuan sistem pendukung kehidupan ex vivo, edema pada otak yang terisolasi berkurang secara signifikan.
Vitalitas serta mikrostruktur sel saraf pun meningkat secara signifikan, sehingga memungkinkan pemulihan dan pemeliharaan aktivitas listrik di dalam otak.
Penelitian ini juga menyoroti peran penting lever dalam patogenesis cedera otak pascahenti jantung.
Penelitian tersebut telah dipublikasikan baru-baru ini sebagai artikel sampul di dalam jurnal EMBO Molecular Medicine.
Pewarta: Xinhua
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2024