London (ANTARA News) - Harga minyak dunia melonjak kembali ke atas 60 dollar AS per barrel Senin setelah pemimpin organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) meminta agar kartel minyak itu mengurangi produksi dan menyusul adanya uji coba senjata nuklir oleh Korea Utara. Para pedaganga menyatakan berita dari Pyongyang telah menebarkan kekhawatiran geopolitik dimana perkembangan yang terjadi dapat mendorong Iran untuk meneruskan program energi nuklirnya. Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet untuk pengiriman November melonjak 82 sen menjadi 60,58 dollar AS per barrel pada perdagangan elektronik sebelum pasar AS resmi dibuka. Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan November melonjak 1,08 dollar menjadi 60,91 dollar AS per barrel pada perdagangan elektronik. Presiden OPEC Edmund Daukoru telah mengajukan kepada anggota OPEC bahwa mereka akan mengurangi produksi mencapai satu juta barrel per hari, tetapi belum dicapai kesepakatan dalam hal itu, kata seorang juru bicara kartel miyak itu kepada kantor berita Perancis AFP. "Ada usulan dari presiden OPEC kepada para menteri OPEC untuk mempertimbangkan pengurangan produksi hingga satu juta barrel per hari karena pasar telah mengalami kelebihan pasokan, tetapi belum dicapai kesepakatan," kata juru bicara itu. Pasar minyak sudah menanti selama beberapa hari apakah OPEC akan mengurangi produksi agar harga minyak bisa kembali naik. Tetapi analis dari Barclays Capital, Kevin Norrish, masih meragukan kemungkinan pengurangan produksi itu. "Dalam pandangan kami bahwa produsen utama minyak anggota OPEC seperti Arab Saudi, sangat mendukung pengurangan produksi, walaupun kesepakatan bersama dalam hal ini dari seluruh anggota OPEC masih perlu disatukan dan untuk itu masih perlu kerja keras," katanya. Pemotongan jumlah produksi dianggap merupakan salah satu cara untuk menaikkan harga minyak, yang telah mengalami penurunan lebih dari 20 persen dari rekor tertingginya pada tahun ini, karena meredanya kekhawatiran terhadap pasokan minyak. Sementara itu di kawasan Asia, Pyongyang mengumumkan Senin bahwa pihaknya telah melakukan uji coba pertama terhadap sebuah bom nuklir, yang digambarkan kantor berita nasional Korea Utara (Korean Central News Agency) merupakan "peristiwa bersejarah" dalam upaya untuk mendorong perdamaian dan keamanan. Harga energi kemudian meningkat karena munculnya kekhawatiran bahwa Iran akan terdorong untuk meneruskan program nuklirnya walaupun menghadapi sanksi dari PBB, menurut Dariusz Kowalczyk, ahli strategi investasi senior pada CFC Seymour di Hong Kong. "Risiko geopolitik meningkat setelah uji coba nuklir Korea Utara itu," kata Kowalczyk. "Hal ini akan meningkatkan risiko terhadap stabilitas pasokan minyak." Walaupun Korea Utara bukan negara produsen minyak, Iran merupakan negara produsen minyak mentah terbesar keempat di dunia dan merupakan negara produsen minyak terbesar kedua di OPEC setelah negara kerajaan Arab Saudi. Selama akhir pekan, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad berjanji akan melakukan pembalasan terhadap kekuatan dunia jika Iran dikenai sanksi oleh Dewan Keamanan PBB atas program nuklirnya, demikian menurut laporan media resmi. Amerika Serikat meminta untuk menerapkan sanksi ekonomi terhadap Iran kecuali Teheran menghentikan program pengayaan uraniumnya. Para analis mengingatkan bahwa penerapan sanksi terhadap Iran dapat mendorong republik Islam itu untuk menghentikan ekspor minyak, yang bisa mengarah apda lonjakan harga minyak mentah. Pada hari Minggu lalu, Iran melontarkan dukungannya terhadap rencana OPEC untuk melakukan pertemuan darurat dalam rangka pengurangan kuota produksi minyak yang telah lama dipertahankan. Ke-11 anggota kartel minyak itu telah mempertahankan tingkat produksi minyak sebesar 28 juta barrel per hari sejak Juni 2005.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006