Beijing (ANTARA) - Di 22 kota terpadat di China, komuter jarak jauh masih menghadapi tantangan, dengan lebih dari 8 juta orang melakukan komuter lebih dari 50 km setiap harinya. Demikian menurut sebuah laporan yang dirilis pada Kamis (17/10).

Temuan itu berasal dari laporan pemantauan komuter di kota-kota besar di China, yang dirilis oleh sebuah institut penelitian di bawah naungan Kementerian Perumahan dan Pembangunan Perkotaan-Pedesaan China, bekerja sama dengan Akademi Perencanaan dan Perancangan Perkotaan China (China Academy of Urban Planning & Design).

Mencakup 45 kota besar di China yang memiliki transportasi transit kereta, laporan tersebut menunjukkan bahwa di antara 22 kota dengan populasi lebih dari 5 juta jiwa, Beijing memiliki proporsi komuter jarak jauh tertinggi, dengan 12 persen melakukan perjalanan lebih dari 50 km, diikuti oleh Guangzhou dengan 10 persen.

Dalam hal durasi komuter satu arah, 28 persen komuter melakukan perjalanan lebih dari 60 menit di ibu kota China itu, sementara di Shanghai, Chongqing, Tianjin, Wuhan, dan Qingdao, lebih dari 15 persen komuter masuk dalam kategori ini.

Satu dari para komuter tersebut adalah seorang pria berusia 46 tahun bermarga Sun. Setiap hari kerja, dia meninggalkan rumahnya di Tianjin, kota berpenduduk 13,6 juta jiwa yang bersebelahan dengan Beijing, sekitar pukul 06.00 waktu setempat, mengemudi menuju sebuah tempat parkir di dekat Stasiun Kereta Tianjin. Sun kemudian beralih ke kereta cepat dan kereta bawah tanah untuk mencapai tempat kerjanya di Beijing, sebuah perjalanan dengan durasi hampir dua jam untuk sekali jalan yang sudah dijalaninya selama satu dekade.

"Saya menghabiskan sekitar 12 jam di luar rumah setiap hari, tetapi tidak ada pilihan lain," kata Sun, seraya menambahkan bahwa dia lebih memilih untuk melakukan komuter daripada menyewa apartemen di Beijing karena dia ingin menemani anaknya yang bersekolah di sebuah sekolah menengah pertama di Tianjin.

Bagi banyak komuter jarak jauh seperti Sun di kota-kota besar, layanan transportasi transit kereta masih perlu ditingkatkan.

Meskipun total area yang tercakup oleh operasional transportasi transit kereta di 42 kota yang disurvei dengan layanan kereta bawah tanah tercatat melebihi 10.000 km, hanya seperlima dari para komuter yang berdomisili dan bekerja dalam jarak 800 meter dari sebuah stasiun.

Foto yang diambil dengan ponsel menunjukkan orang-orang menaiki eskalator di stasiun kereta bawah tanah di Beijing, 11 Mei 2021. ANTARA/Xinhua/Ju Huanzong

"Setiap 430.000 yuan (1 yuan = Rp2.178) yang diinvestasikan dalam pembangunan transportasi transit kereta hanya akan menghasilkan tambahan satu orang yang mendapatkan akses dengan jarak 800 meter," ujar Fu Lingfeng, seorang pejabat di Akademi Perencanaan dan Perancangan Perkotaan China

Guo Jifu, Direktur Institut Transportasi Beijing (Beijing Transport Institute), menjelaskan bahwa kota-kota besar dengan proporsi industri tersier yang lebih tinggi semakin sulit dalam menyeimbangkan antara lokasi pekerjaan dan perumahan.

"Meskipun para perencana memiliki skenario yang ideal, kenyataannya pemisahan antara pekerjaan dan tempat tinggal masih terjadi secara luas di daerah perkotaan," ujar Guo.

Untuk meningkatkan pengalaman komuter, Guo mengusulkan beberapa langkah seperti mengintegrasikan transportasi transit kereta dengan pembangunan perkotaan, membangun sistem komuter yang efisien, serta mendorong pihak perusahaan untuk menyediakan tempat tinggal dan mengadopsi pengaturan kerja yang fleksibel.

Menurut Yang Zeng, seorang profesor di Universitas Shanghai, tren menetap dan bekerja antarkota di China merupakan hal yang unik dan berbeda dari pengalaman di negara Barat, dan fenomena ini mencerminkan potensi jangka panjang.

"Strategi seperti integrasi klaster kota meningkatkan transportasi dan memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi kaum muda, sehingga mereka dapat bekerja di kota yang berbeda tanpa harus menetap di pusat kota," kata Yang.

Bagi Sun, perjalanan komuternya yang memakan waktu selama berjam-jam merupakan perpaduan antara kegembiraan dan kelelahan. Selama perjalanan, dia bisa tidur sejenak, mengerjakan pekerjaan di ponselnya, dan sesekali menonton video pendek.

"Saya dapat mengerjakan banyak hal selama perjalanan. Ini adalah cara yang baik untuk memanfaatkan waktu saya. Saya sudah terbiasa dengan gaya hidup seperti ini," ujarnya.

Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2024