Selama perawatan tersebut pasien sering mengamuk, berteriak-teriak, gelisah dan sulit diajak komunikasi...."
Bandarlampung (ANTARA News) - Enam terdakwa pembuang pasien kakek Suparman alias Edi di RSUD A. Dadi Tjokrodipo dituntut masing-masing 18 bulan penjara, karena telah menelantarkan pasien yang mengakibatkan kematian.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eka Aftarini, di Pengadilan Negeri Kelas Tanjungkarang, Bandarlampung, Senin, mengatakan, keenam terdakwa secara sah bersalah melanggar pasal 306 ayat 2 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang menelantarkan pasien yang mengakibatkan kematian.
"Karena itu, kami menuntut terdakwa Muhaimin (33) selaku pegawai honorer, Rika Ariadi (31) selaku pegawai honorer, Andika (25) selaku office boy, Andi Febrianto (25) selaku office Boy, Adi Subowo (21) selaku office boy dan Rudi Hendra Hasan (38) selaku juru parkir, masing-masing selama 18 bulan penjara dikurangi masa tahanan sementara," kata JPU di depan majelis hakim yang diketuai Nursiah Sianipar.
Dalam hal yang memberatkan yakni, para tersangka telah meresahkan masyarakat karena menimbulkan rasa takut dan tidak nyaman bagi masyarakat yang kurang mampu untuk mendapatkan pengobatan serta perawatan yang layak. Sementara yang meringankan, para terdakwa bersikap sopan dan belum pernah dihukum.
Berdasarkan dakwaan JPU, RSUD A. Dadi Tjokrodipo pada Jumat (17/1) sekitar pukul 21.00 WIB menerima pasien bernama Suparman dan dirawat di bagian Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Berdasarkan diagnosa, pasien mengalami Dehidrasi Low Intake, atau kekurangan asupan makanan serta minuman dan infeksi bakteril. Dia lalu dirawat di ruang E2.
"Selama perawatan tersebut pasien sering mengamuk, berteriak-teriak, gelisah dan sulit diajak komunikasi. Pada Senin (20/1) sekitar pukul 10.00 WIB saksi Mahendri selaku Kepala Ruangan E2 menemui saksi Heriansyah yang merupakan Kasubag Umum dan Kepegawaian," katanya.
Heriyansyah pun memberikan perintah untuk membuang pasien bernama Suparman tersebut, tapi saksi Mahendri berkordinasi dahulu dengan pihak keluarga pasien di Kelurahan Kota Karang Raya.
Pada Senin (20/1) sekitar pukul 14.00 WIB, saksi Mahendri menemui terdakwa Andika, terdakwa Andi dan terdakwa Adi meminta mereka untuk tidak pulang.
"Jangan pulang dulu kita akan membuang pasien yang tidak ada keluarganya di ruang E2," katanya.
Dia mengungkapkan selain menyuruh ketiga orang tersebut pada pukul 15.30 WIB saksi Mahendri menelpon terdakwa Muhaimin membawa mobil ambulans ke ruang rawat inap E2 dan menelepon terdakwa Rika untuk mengurus pasien tersebut.
Selanjutnya, terdakwa Muhaimin datang ke ruangan E2 dan melihat Mahendri serta Heriansyah sedang berada di dalam ruangan. Tidak lama kemudian keduanya keluar ruangan, saksi Mahendri berkata kepada Muhaimin bahwa mereka akan membuang pasien gila di ruang E2.
"Mahendri meminta pertolongan anak PKL yakni saksi Riko dan Roma untuk memasukkan pasien itu ke dalam mobil ambulans," katanya.
Kemudian, saat pasien masuk saksi Muhaimin, bertanya kepada terdakwa Heriansyah akan dibawa ke mana pasien ini. Heriansyah menjawab letakkan saja di pasar atau tempat-tempat yang ramai.
"Saksi Muhaimin bersama dengan Rudi, Andi, Adi, Rika dan Andika pergi dari rumah sakit tersebut untuk membuang kakek Suparman ke sebuah gubuk di pinggir Jl Raden Imba Kesuma, Kelurahan Sukadanaham, Kecamatan Tanjungkarang Barat, Bandarlampung," katanya.
JPU melanjutkan pada selasa (21/1) pasien tersebut ditemukan warga dalam kondisi lemah dan tidak bisa bicara. Lalu dibawa kembali ke RSUD, namun dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeluk (RSUDAM) dan enam jam kemudian pasien tersebut meninggal di RSUAM.
Dia menjelaskan kasus pembuangan kakek ini mencuat dalam pemberitaan media massa. Dan pada Rabu (22/1) Mahendri meminta saksi dr Pratia Megasari untuk untuk dibuatkan surat rujukan mundur, yakni tanggal Senin (20/1) dengan alasan kelengkapan administrasi, karena pasien atas nama Suparman, telah dirujuk ke RSJ tanpa dilengkapi surat rujukan dari dokter. (RBP/KWR)
Pewarta: Roy Baskara Pratama
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014